Sejarah Desa Gunung Batu dan Aria Penangsang Kec.Cempaka
I.SEJARAH DESA GUNUNG BATU, KEC.CEMPAKA.KAB.OKU TIMUR
Desa Gunung Batu saat itu adalah
merupakan daerah yang terpencil, orang yang pertama kali membukanya
adalah Ratu Sahibul yang berasal dari Demak beserta rombongan para
pembesar bangsawan-bangsawan yang dibawanya. Ratu Sahibul sendiri adalah
sebuah nama samaran untuk kepentingan dirinya dan untuk misi rahasia
tertentu. Penamaan Ratu Sahibul di Jawa sendiri sangatlah aneh, jarang
sekali terdengar masyarakat Jawa saat itu menggunakan nama-nama seperti
ini. Kemungkinan nama ini baru muncul ketika ia menginjak tanah
Sumatra Selatan , dalam hal ini nama ini kemungkinan besar telah
muncul dari Skala Brak atau Kerajaan Abung (kerajaan-kerajaan Lampung
pada pertengahan abad ke 15. Penamaan Gelar RATU
sendiri adalah penamaan yang hanya diperuntukkan bagi orang yang
memiliki kedudukan penting ditengah masyarakat Lampung atau Komering
pada masa dahulu. Kebanyakan orang yang bergelar RATU lebih didominasi
oleh pembesar kerajaan dalam hal ini gelar RATU lebih identik sebagai RAJA disebuah
daerah. Didalam sejarah Komering nama Ratu Sahibul ini menjadi nenek
moyang pertama Komering yang bermigrasi menuju daerah-daerah sekitar
Komering lebih khusus lagi sebuah daerah yang dinamakan Gunung Batu.
Hanya saja dalam sejarah Komering, penyebutannya sedikit berbeda, nama
Ratu Sahibul disebut dalam sejarah Komering menjadi RATU SABIBUL.
Ketika tiba didesa Gunung Batu ini
beliau dan rombongannya menggunakan Perahu yang besar. Hal ini sangat
masuk akal, karena berdasarkan cerita muyang Layo (kakek dari ayah kami )
sungai Komering sering dilalui kapal-kapal kayu besar yang berasal
dari berbagai daerah, jadi sangat masuk akal kalau jalur sungai komering
menjadi jalur lintas untuk komunikasi dan juga perdagangan. Bisa
dibayangkan kalau kondisi sungai Komering pada pertengahan abad ke 15,
pasti sangat lebar dan deras. Sekarang saja sungai tersebut masih cukup
besar , apalagi pada masa lalu. Perahu yang datang dari rombongan
beliau ini ditambatkan pada suatu delta (Pulau kecil ditengah sungai).
Tempat penambatan perahu itu sampai sekarang telah menjadi kebun yang
besar. Tempat ini menjadi besar karena tambatan perahu itu menahan
pasir yang datang dari hulu, sehingga karena itu berlangsung dalam
proses yang lama, delta itu telah menjadi tanah baru yang dapat dibuat
menjadi kebun. Sampai sekarang tanah itu dapat dilihat dari atas
jembatan Desa Gunung Batu. Di Gunung Batu tempat ini lebih populer
dengan nama Pulau Balak .
Dahulunya desa Gunung Batu ini ini
bernama Muara Bangkulah, Kemudian berganti menjadi Suka Pindah kemudian
berganti lagi menjadi Gunung Batu. Dulunya desa ini hanya terdapat 7
buah rumah. Posisi tempat tinggal mereka adalah didaerah Pematang
Puding (dimakam Karia Ulung), Karia Ulung sendiri merupakan anak
sulung Ratu Sahibul dan ia merupakan kepala desa pertama didesa Gunung
Batu, sedangkan keluarga yang lain di Korbang (sekarang pemakaman
keluarga penulis) dan di Gandar. Ketiga tanah-tanah yang ditempati pada
masa itu merupakan tanah pertama yang timbul serta dapat didiami.
Kemungkinan tanah-tanah itu merupakan pencarian terbaik dari tanah-tanah
yang lain. Sedangkan Moyang Batin yang merupakan anak bungsu kandung
Ratu Sahibul dan juga pengikut Pangeran Mas atau Moyang Karang Birahi
berpindah menyeberang sungai. Posisinya sekarang adalah Mesjid di Liba
tempat dimana Pangeran Mas mengajar Agama Islam. Dan hal inilah yang
nantinya menimbulkan kebencian Ratu Sahibul dan Karia Ulung kepada
penduduk yang telah pindah ini. Begitu bencinya Karia Ulung terhadap
orang-orang yang pindah ini bila ia pergi ke sungai ia tidak mau
melihat rumah-rumah dan wajah penduduk desa Gunung Batu yang telah
berpindah. Bahkan yang menurut penulis sangat aneh karena begitu
bencinya Karia Ulung digambarkan kalau sedang ke sungai ia berjalan
mundur, padahal kalau ditafsirkan bukanlah seperti itu, tapi seperti
yang terjadi adalah bahwa Karia Ulung tidak mau melihat wajah dan
rumah-rumah orang Gunung Batu yang telah berpindah. Dan hal ini menurut
penulis sangat masuk akal. Tentang kepindahan masyarakat Gunung Batu
saat itu menurut kakek penulis karena daerah yang pertama kali dihuni
ini cukup seram sehingga banyak penduduk yang tidak betah dikampung
pertama ini. Penulispun merasakan bagaimana nuansa angkernya daerah
Muara Bangkulah ini.
Desa Gunung Batu ini akhirnya terus
berkembang dan dari situ terdapatlah “9 keturunan” yang mendiami daerah
ini terdiri dari masing-masing latar belakang dan dari daerah yang
berlainan. Diantara 9 keturunan ini ialah Ratu Sahibul lah yang
penduduk asli Desa Gunung Batu karena dialah yang pertama kali membuka
Desa Gunung Batu. Masyarakat Gunung Batu yang mengerti sejarah mengakui
hal ini sampai sekarang, kalau penduduk asli Desa Gunung Batu
diantaranya adalah keturunan dari Ratu Sahibul. Namun bagi orang yang
tidak mengerti sejarah Desa Gunung Batu secara lengkap pastilah tidak
menerima kenyataan seperti ini, namun bagi penulis itu tidaklah menjadi
masalah bila ada orang yang berpendapat lain tentang versi sejarah
Gunung Batu karena setiap orang pasti mempunyai pendapat masing-masing,
hanya saja janganlah pendapat itu hanya sekedar bicara tanpa didasari
fakta dan data otentik yang kuat, karena dikhawatirkan bila fakta dan
datanya lemah bisa menjadi bias dalam melakukan reka ulang sejarah
tersebut dan hasilnyapun itu tidak bisa dipertanggungjawabkan. Penulisan
sejarah inipun tidak memiliki kepentingan apa-apa, hanya untuk sekedar
mengungkapkan fakta dan data bahwa Desa Gunung Batu sebenarnya bukanlah
desa biasa. Desa Gunung Batu adalah merupakan desa yang memiliki sejarah
yang sangat panjang. Desa Gunung Batu terbentuk karena adanya keinginan
para pendirinya yang memiliki visi dan misi yang sangat panjang. Dan
rasanya sayang sekali kalau sejarah Desa Gunung Batu ini tidak ditulis
dengan detail dan lengkap, karena daerah ini berdasarkan penelitian
penulis yang berlangsung kurang lebih 17 tahun, ternyata daerah desa
Gunung Batu ini memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan Kerajaan
Demak, Kerajaan Palembang, Sebagian wilayah Komering serta daerah-daerah
lain seperti Indra Laya atau Prabumulih terutama dengan tokoh dengan
tokoh sentralnya yaitu Ratu Sahibul. Sekali lagi nama Ratu Sahibul
adalah merupakan nama samaran, nama ini bahkan di kota Indra Laya (Ogan
Ilir) telah berubah menjadi SARIMAN RADEN KUNING. dan makam ini juga
sering dikunjungi oleh beberapa penziarah. Adapun kenapa ia selalu
melakukan perubahan nama, silahkan baca sejarah kerajaan Demak dan
Sejarah Kerajaan Palembang khususnya Kerajaan Jipang lebih khusus lagi
baca pada episode seorang pangeran atau tokoh yang menjadi kontroversi
Kerajaan Demak karena sikapnya yang keras dan temperamental serta
tidak mau tunduk pada penguasa demak saat itu. Sifat keras dan tidak
mudah tunduk inilah yang nantinya sepertinya banyak diwariskan oleh
penduduk desa Gunung Batu sampai sekarang. Dalam sebuah riwayat
penguasa jawa, tokoh tersebut digambarkan telah tewas secara
mengenaskan. Bahkan dari peristiwa ini telah menjadi olok-olok dalam
budaya sastra Jawa dengan menggambarkan bahwa betapa bodoh dan tololnya
tokoh ini ketika dikalahkan dalam pertempuran penguasa tersebut yang
nantinya para penguasa tersebut menurunkan kerajaan Pajang, Mataram dan
Raja-raja Jogya dan solo pada masa sekarang ini (Pakubuwono,
Hamengkubuwono, dan 2 lagi saya lupa). Kisah ini akan sangat jelas
terutama kalau kita membaca BABAD TANAH JAWA. Padahal dari cerita ayah
kami, tokoh tersebut berhasil lolos dari pertarungan hidup dan mati itu.
Pertarungan tersebut digambarkan terjadi ditepian sungai Bengawan Solo.
Digambarkan pula bahwa tokoh itu menghadapi musuhnya seorang diri
padahal saat itu musuhnya ada 4 orang yang berilmu tinggi dan 300 ratus
pasukan berkuda. Sebuah cerita yang aneh yang menurut penulis cerita
itu terlalu berlebihan dan mengada-ada karena cerita itu dibuat oleh
penguasa yang merasa telah memenangkan dan menguasasi daerah kekuasaan
tokoh tersebut, padahal kenyataan sebenarnya Ia berhasil lolos dengan
selamat dan berhasil membawa keluarga, bangsawan dan para pengikutnya
serta pusaka-pusaka penting kerajaan untuk menuju wilayah Sumatra
Selatan dalam hal ini Komering dan Palembang. Kenapa ia memilih
Komering dan Palembang silahkan perdalam lagi konflik antara tokoh ini
dengan Penguasa Demak saat itu. Pusaka-pusaka penting yang dibawa
beliau, saat ini dipegang oleh keluarga Pembarop Tamin didesa Gunung
batu. Untuk mengetahui siapa tokoh tersebut silahkan baca buku yang
telah saya sebutkan diatas dan silahkan simpulkan sendiri siapa nama
asli tokoh RATU SAHIBUL ini..Sengaja saya tidak tulis nama aslinya
disini karena ada pertimbangan tertentu. Alasan yang paling utama
adalah agar saya dan keluarga besar saya tidak dianggap mengaku-ngaku
berasal dari keturunan tokoh tersebut, sebab bila bicara tokoh tersebut
akan banyak bicara pro dan kontra (kontroversi) terutama dalam
sejarah penulisan kerajaan demak. Dan saya ingin mengambil jalan tengah
dalam hal ini dengan mempersilahkan kepada pembaca untuk
menyimpulkan sendiri siapa nama tokoh tersebut.
II. ORANG-ORANG YANG PERTAMA KALI DIDESA GUNUNG BATU
Diantara 9 keturunan yang pertama kali menetap Didesa Gunung Batu adalah :
1. Ratu Sahibul.
Makamnya berada di Kota Indra Laya (1 jam dari Palembang). Makamnya tidak lagi bernama Ratu Sahibul tapi sudah berganti nama menjadi Sariman Raden Kuning. Makam yang berada dipinggir sungai Kelekar ini dahulunya adalah pemakaman pengikut Ratu Sahibul, namun sekarang pemakaman itu sudah banyak dijadikan rumah-rumah penduduk, padahal juru kunci makam Ratu Sahibul yang terdahulu ini sudah mengingatkan untuk tidak membuat rumah dipemakaman tersebut, namun himbauan ini tidak diindahkan. Banyak orang yang nekat membuat rumah dipamakaman tersebut. Dari perbuatan mereka Juru Kunci yang terdahulu mengatakan bahwa orang-orang yang menjadikan tanah kuburan itu menjadi rumah hidupnya tidak ada yang berkah, mereka ada yang berpenyakitan, gila, bahkan ada yang mati tragis, wallahu a’lam. Makam Ratu Sahibul sendiri sampai saat ini masih terawat dengan baik. Makam tersebut berdampingan dengan kedua istrinya, satu lagi adalah makam putrinya yang meninggal saat remaja karena sakit. Peninggalan beliau ditempat ini hanya tinggal beberapa saja diantaranya: sendok nasi, tempat kopiah haji, keris berbentuk kecil dan salah satu kerisnya yang sangat terkenal dalam budaya sastra jawa. Sedangkan Anak-anak Ratu Sahibul ini semua berjumlah delapan orang terdiri dari 7 laki-laki dan 1 orang perempuan diantaranya adalah:
Makamnya berada di Kota Indra Laya (1 jam dari Palembang). Makamnya tidak lagi bernama Ratu Sahibul tapi sudah berganti nama menjadi Sariman Raden Kuning. Makam yang berada dipinggir sungai Kelekar ini dahulunya adalah pemakaman pengikut Ratu Sahibul, namun sekarang pemakaman itu sudah banyak dijadikan rumah-rumah penduduk, padahal juru kunci makam Ratu Sahibul yang terdahulu ini sudah mengingatkan untuk tidak membuat rumah dipemakaman tersebut, namun himbauan ini tidak diindahkan. Banyak orang yang nekat membuat rumah dipamakaman tersebut. Dari perbuatan mereka Juru Kunci yang terdahulu mengatakan bahwa orang-orang yang menjadikan tanah kuburan itu menjadi rumah hidupnya tidak ada yang berkah, mereka ada yang berpenyakitan, gila, bahkan ada yang mati tragis, wallahu a’lam. Makam Ratu Sahibul sendiri sampai saat ini masih terawat dengan baik. Makam tersebut berdampingan dengan kedua istrinya, satu lagi adalah makam putrinya yang meninggal saat remaja karena sakit. Peninggalan beliau ditempat ini hanya tinggal beberapa saja diantaranya: sendok nasi, tempat kopiah haji, keris berbentuk kecil dan salah satu kerisnya yang sangat terkenal dalam budaya sastra jawa. Sedangkan Anak-anak Ratu Sahibul ini semua berjumlah delapan orang terdiri dari 7 laki-laki dan 1 orang perempuan diantaranya adalah:
a. Yang paling sulung bernama asli Andong dan mempunyai gelar Karia Ulung. Beliau mempunyai tabiat yang sabar namun keras, dialah yang pertama menjadi Kepala Desa dengan Istilah Karia.
Dia Dimakamkan persis dekat jendela rumahnya dan berdampingan dengan
istrinya, didekat makam inilah rumah dan perkampungan didirikan dan
merupakan perumahan yang pertama kali di Gunung Batu. Pada masa ini
makamnya menyendiri dan jauh dari perkampungan penduduk Desa Gunung
Batu. Dimakamnya ini masih ada tempat sirih istrinya. Konon pada
masa-masa dahulu sering terjadi penampakan berupa ayam putih kerdil (Baruga) dan Harimau jadi-jadian. Karia Ulung
sampai pada wafatnya tidak pernah mau melihat desa baru Gunung Batu
yang telah dibangun diseberang sungai, ia sangat benci sekali dengan
keberadaan desa ini. Entah kebenciannya disebabkan apa? apakah karena
keras kepalanya orang-orang yang pindah tersebut atau ada hal yang lain.
b. Bernama asli Jaran, (orang
ini unik karena ia mempunyai suara seperti perempuan, namun prilakunya
tetap biasa dan normal) keturunannya sampai sekarang masih ada Di Desa
Gunung Batu dan Baturaja. (Beliau adalah anak ke 2). Sebetulnya pada masa Moyang Layo masih hidup pernah dibuat sejarah secara lengkap yang dipegang oleh anak cucu beliau ini (Godung Tohir) namun kemudian hilang entah kemana. Beliau dimakamkan persis dekat dengan istrinya di pemakaman keluarga yaitu Korbang.
c. Ibul (Ibul ini nama asli!) beliau adalah anak ke 3, sedangkan nama lainnya adalah Ratu Paseh (atau Mas Pasai ?). Beliau ditinggalkan ditepi sungai Kelekar Didesa Gunung Ibul Kecamatan Cambai (Prabumulih
Sumatra – Selatan kurang lebih 3 jam dari Palembang dengan kendaraan
mobil) untuk persiapan menyerang Sriwijaya (Palembang) secara bersamaan
dengan rencana orang tuanya, daerah Gunung Ibul ini merupakan dataran
tinggi yang cukup sejuk dan sepertinya agak tertutup dari pandangan
orang sehingga cukup baik bagus untuk berlatih perang.
Dari beliau tidak terdengar apakah ia mempunyai anak atau istri yang jelas makamnya saat ini masih ada dan cukup banyak yang menziarahi. Berdasarkan data yang penulis peroleh diakhir tahun 2011 kemarin, keterangan tentang keberadaan makam disini masih gelap, bahkan juru kunci makam ini tidak tahu menahu tentang asal usulnya. Sesepuh masyarakat Gunung Ibul yang bernama bapak Syibuddin yang berusia 90 tahun beranak 10 bercucu 30 dan bercicit 28 serta anak cicit 2 ini juga tidak tahu menahu. Beliau justru lebih banyak bercerita tentang tembang-tembang sriwijaya masa lalu yang membuat saya cukup ”pusing” dalam mengartikannya. Menurut cerita ayah penulis, Ilmu Salafiah yaitu ilmu andalan Ratu Sahibul yang terkenal jahat itu ditinggalkan disini.Dalam Budaya Jawa ilmu ini terkenal dengan nama Pancasona. Suatu ilmu langka yang saat ini sudah dilenyapkan oleh keluarga penulis karena berbau musyrik dan jahat. Inti dari ilmu ini adalah, betapapun orang itu terpisah tubuhnya (terpotong-potong) ia akan kembali hidup bila bersentuhan dengan air. Oleh karenanya Ratu Sahibul sampai akhir hidupnya selalu berada ditepi sungai. Dahulu menurut cerita dari ayah Penulis ada orang Gunung Batu yang pernah menggunakan jimat yang didapatinya dari tempat Makam Moyang Ibul. Orang itu bernama Batin Alam yang sampai wafatnya kehidupannya kurang beruntung. Menurut cerita bahwa Batin Alam ini membawa jimat atau pusaka yang diperolehnya dari tirakat dimakam Moyang Ibul namun lupa mengembalikan Jimat atau Pusaka tersebut, bahkan barang-barang itu ia buang kesungai. Memang biasanya orang yang menggunakan barang-barang seperti ini matinya tidak sempurna (Wallahu A’lam). Ilmu Salafiah sendiri menurut cerita Muyang Layo tidak diberikan kepada semua anak Ratu Sahibul, hal ini terbukti dengan kematian Tuan Kapar secara tragis di pinggir Sungai Musi. Padahal air adalah kunci utama ilmu ini. Dulu disekitar tahun-tahun 40 an ada orang yang pernah memiliki ilmu salafiah ini. Menurut paman penulis orang itu bernama Jaga man, orang ini pernah dikeroyok oleh tiga orang dan menerima tusukan sebanyak 24 tusukan, namun tidak tewas setelah ia minum air, entah bagimana caranya orang ini bisa mendapatkan ilmu salafiah ini. oleh karena itu orang yang memiliki ilmu ini identik dengan air, sudah pasti bagi yang mempunyai ilmu ini harus berdekatan dengan air dalam hal ini Sungai. Di tempat yang berdekatan dengan sungai baik itu terutama sekali sungai Komering ia dan anak anaknya mengajarkan orang-orang berbagai ilmu-ilmu kesaktian, baik itu ilmu kebal maupun ilmu-ilmu lainnya. Perlu diketahui ditempat asalnya yaitu di Kerajaan Jipang Panolan, Ratu Sahibul tempat tinggalnya berdekatan dengan sungai yaitu Sungai Bengawan Solo yang terkenal legendaris, jadi kalau pada perjalanannya ia selalu menetap dipinggir sungai, itu adalah sesuatu yang wajar karena ia memang sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini, ditambah rahasia ilmunya adalah air!!!. Oleh karena penulis ingin mempertegas kembali cerita populer dari Jawa yang mengatakan bahwa Ratu Sahibul tewas ditepi sungai Bengawan Solo adalah merupakan manipulasi sejarah yang telah dilakukan penguasa Demak yang akhirnya berubah menjadi kerajaan pajang saat itu. Biasalah yang namanya sejarah pasti akan ditulis berdasarkan keinginan penguasa saat itu.
Dari beliau tidak terdengar apakah ia mempunyai anak atau istri yang jelas makamnya saat ini masih ada dan cukup banyak yang menziarahi. Berdasarkan data yang penulis peroleh diakhir tahun 2011 kemarin, keterangan tentang keberadaan makam disini masih gelap, bahkan juru kunci makam ini tidak tahu menahu tentang asal usulnya. Sesepuh masyarakat Gunung Ibul yang bernama bapak Syibuddin yang berusia 90 tahun beranak 10 bercucu 30 dan bercicit 28 serta anak cicit 2 ini juga tidak tahu menahu. Beliau justru lebih banyak bercerita tentang tembang-tembang sriwijaya masa lalu yang membuat saya cukup ”pusing” dalam mengartikannya. Menurut cerita ayah penulis, Ilmu Salafiah yaitu ilmu andalan Ratu Sahibul yang terkenal jahat itu ditinggalkan disini.Dalam Budaya Jawa ilmu ini terkenal dengan nama Pancasona. Suatu ilmu langka yang saat ini sudah dilenyapkan oleh keluarga penulis karena berbau musyrik dan jahat. Inti dari ilmu ini adalah, betapapun orang itu terpisah tubuhnya (terpotong-potong) ia akan kembali hidup bila bersentuhan dengan air. Oleh karenanya Ratu Sahibul sampai akhir hidupnya selalu berada ditepi sungai. Dahulu menurut cerita dari ayah Penulis ada orang Gunung Batu yang pernah menggunakan jimat yang didapatinya dari tempat Makam Moyang Ibul. Orang itu bernama Batin Alam yang sampai wafatnya kehidupannya kurang beruntung. Menurut cerita bahwa Batin Alam ini membawa jimat atau pusaka yang diperolehnya dari tirakat dimakam Moyang Ibul namun lupa mengembalikan Jimat atau Pusaka tersebut, bahkan barang-barang itu ia buang kesungai. Memang biasanya orang yang menggunakan barang-barang seperti ini matinya tidak sempurna (Wallahu A’lam). Ilmu Salafiah sendiri menurut cerita Muyang Layo tidak diberikan kepada semua anak Ratu Sahibul, hal ini terbukti dengan kematian Tuan Kapar secara tragis di pinggir Sungai Musi. Padahal air adalah kunci utama ilmu ini. Dulu disekitar tahun-tahun 40 an ada orang yang pernah memiliki ilmu salafiah ini. Menurut paman penulis orang itu bernama Jaga man, orang ini pernah dikeroyok oleh tiga orang dan menerima tusukan sebanyak 24 tusukan, namun tidak tewas setelah ia minum air, entah bagimana caranya orang ini bisa mendapatkan ilmu salafiah ini. oleh karena itu orang yang memiliki ilmu ini identik dengan air, sudah pasti bagi yang mempunyai ilmu ini harus berdekatan dengan air dalam hal ini Sungai. Di tempat yang berdekatan dengan sungai baik itu terutama sekali sungai Komering ia dan anak anaknya mengajarkan orang-orang berbagai ilmu-ilmu kesaktian, baik itu ilmu kebal maupun ilmu-ilmu lainnya. Perlu diketahui ditempat asalnya yaitu di Kerajaan Jipang Panolan, Ratu Sahibul tempat tinggalnya berdekatan dengan sungai yaitu Sungai Bengawan Solo yang terkenal legendaris, jadi kalau pada perjalanannya ia selalu menetap dipinggir sungai, itu adalah sesuatu yang wajar karena ia memang sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini, ditambah rahasia ilmunya adalah air!!!. Oleh karena penulis ingin mempertegas kembali cerita populer dari Jawa yang mengatakan bahwa Ratu Sahibul tewas ditepi sungai Bengawan Solo adalah merupakan manipulasi sejarah yang telah dilakukan penguasa Demak yang akhirnya berubah menjadi kerajaan pajang saat itu. Biasalah yang namanya sejarah pasti akan ditulis berdasarkan keinginan penguasa saat itu.
d. Yang bernama asli Raden Mas Banding sedangkan nama samarannya adalah Raden Kuning (beliau anak ke 4). Menurut cerita beliau (Raden Mas Banding)
satu-satunya yang memiliki paras yang cukup tampan dan gagah. Tentang
nama Raden Kuning itu sendiri menjadi pertanyaan apakah disebabkan
paras kulitnya yang kekuning-kuningan seperti kulit orang cina? atau
karena ketampanan dan kegagahannya diiringi dengan paras kulitnya? atau
ada faktor yang lain?. Dimakam raden Kuning ini biasanya orang banyak
yang sering meminta-minta sesuatu. Biasanya yang berkaitan dengan nomor
judi, karena menurut Juru kunci makam Raden Kuning ini semasa hidupnya
konon paling gemar berjudi, wallahu a’lam. Ada hal yang menarik mengenai
Moyang Ibul dan Raden Mas Banding, yaitu bahwa sebelumnya makam kedua
orang ini sangat sulit diketemukan, karena minimnya informasi, apalagi
makam Raden Mas Banding. Namun temuan terbaru menyebutkan bahwa Makam Moyang Ibul dan Raden Mas Banding ternyata satu tempat yaitu Di Desa Gunung Ibul Kabupaten Prabumulih Sumatra-Selatan. Pendapat ini didasarkan bahwa Makam Moyang Ibul sebagai kakak berada didepan!, sedangkan Raden Kuning atau Raden Mas Banding sangat
berdekatan dan persis dibelakang Moyang Ibul!. Perlu diketahui bahwa
hal ini sangat lazim dilakukan Di Desa Gunung Batu bahwa seorang kakak
bila wafat ia harus berada didepan makam adik..
Didaerah Gunung Ibul ini juga yaitu sekitar 25 meter dari makam mereka ada makam yang lain, yaituMakam Patih Gajah Mada. Menjadi sebuah pertanyaan?. Karena sepertinya ini bukan Makam Gajah Mada, kemungkinan ini adalah salah satu orang kepercayaan Moyang Ibul dan Moyang Raden Mas Banding. Kalaupun ia bernama Gajah Mada kemungkinan besar hanya kemiripan nama saja. Sebab Gajah Mada hidup diera Majapahit sedangkan Moyang Ibul dan Raden Mas Banding hidup di masa Kerajaan Demak dan Kesultanan Palembang. Perlu diketahui jarak antara masa Ratu Sahibul dengan Gajah Mada sangatlah berjauhan sekitar kurang lebih 100 Tahun. Yang juga memperkuat alasan bahwa ini bukan Gajah Mada, kemungkinan hulu balang Moyang Ibul dan Raden Mas Banding, adalah bahwa makam ini sangat jauh dari makam Moyang Ibul dan Raden Mas Banding. Artinya ini menandakan bahwa orang yang dikubur disini tidak ada hubungan darah dengan Moyang Ibul dan Raden Mas Banding. Kemungkinan besar ini hanya salah satu tempat peninggalan Gajah Mada, karena ternyata di Lampungpun katanya ada pula makam Gajah Mada, demikian juga di pulau Jawa. Kalaupun seandainya itu memang makam Gajah Mada, bisa saja tempat itu digunakan kembali oleh Moyang Ibul dan Raden Mas Banding untuk persiapan dalam rangka menyerangSriwijaya (Palembang) dan mengasah ilmu ilmu mereka. Tempat ini juga bila dilihat secara geografis memang cocok untuk mengasah ilmu-ilmu kedigjayaan. Di Desa Gunung Batu sendiri makam yang tidak ada hubungan darah atau kekerabatan dilarang keras untuk berdekatan kecuali mendapat ijin dari fihak ahli waris itupun sangat jarang terjadi. Di Gunung Batu sendiri makam keluarga berada pada tempatnya masing-masing.
Kalau kita melihat kasus ini, sepertinya ada kemiripan dengan kasus Moyang Batin, sebab Moyang Batin dimakamkan berjauhan dengan makam Karang Birahi alias Pangeran Mas (padahal sebenarnya ini adalah tempat mengajarnya saja!). Kasus ini jadinya mirip dengan 2 kakak beradik ini. Jadi siapa sebenarnya Gajah Mada disini? Gurunyakah? Siapakah dia ini?. Yang lebih aneh lagi kenapa jadi Gajah Mada yang lebih populer dibandingkan Moyang Ibul dan Raden Mas Banding?, Padahal kenyataannya daerah ini mereka berdualah yang pertama kali tiba dan membuka daerah ini terbukti dengan nama daerah ini yaitu “Desa Gunung Ibul”.
Bisa saja pada waktu itu mereka bisa mencari ketenaran diri sendiri, apakah mereka tidak butuh ketenaran? Sangat musykil sekali karena mereka adalah orang-orang muda yang masih berambisi terhadap sesuatu, sehingga figur tentang Gajah Mada ini bisa saja mereka bisa lenyapkan atau mereka kaburkan. Mungkin saja kalau mereka ambisi, mereka bisa hancurkan keberadaan makam itu (dengan catatan kalau itu memang makam Gajah Mada!). Kenapa kesempatan ini tidak mereka lakukan, malah justru mereka pelihara kondisi ini. Padahal mereka ini terkenal sebagai orang-orang yang pemberani. Pantang bagi mereka untuk mendengar kata-kata takut.
Asumsi yang tepat akhirnya kita dapat berkesimpulan, mungkin ini adalah salah satu strategi mereka yang ingin menghilangkan jejak, mereka dalam penyamarannya mungkin lebih menggembar-gemborkan mitos tentang Gajah Mada ini ketimbang diri mereka, walaupun pada kenyataannya mereka hidup cukup lama di daerah ini bahkan akhirnya dimakamkan disini. Sehingga selama kurang lebih 500 tahun justru merekalah yang tidak terkenal , mereka ternyata bermain dibelakang layar!!!.
Didaerah Gunung Ibul ini juga yaitu sekitar 25 meter dari makam mereka ada makam yang lain, yaituMakam Patih Gajah Mada. Menjadi sebuah pertanyaan?. Karena sepertinya ini bukan Makam Gajah Mada, kemungkinan ini adalah salah satu orang kepercayaan Moyang Ibul dan Moyang Raden Mas Banding. Kalaupun ia bernama Gajah Mada kemungkinan besar hanya kemiripan nama saja. Sebab Gajah Mada hidup diera Majapahit sedangkan Moyang Ibul dan Raden Mas Banding hidup di masa Kerajaan Demak dan Kesultanan Palembang. Perlu diketahui jarak antara masa Ratu Sahibul dengan Gajah Mada sangatlah berjauhan sekitar kurang lebih 100 Tahun. Yang juga memperkuat alasan bahwa ini bukan Gajah Mada, kemungkinan hulu balang Moyang Ibul dan Raden Mas Banding, adalah bahwa makam ini sangat jauh dari makam Moyang Ibul dan Raden Mas Banding. Artinya ini menandakan bahwa orang yang dikubur disini tidak ada hubungan darah dengan Moyang Ibul dan Raden Mas Banding. Kemungkinan besar ini hanya salah satu tempat peninggalan Gajah Mada, karena ternyata di Lampungpun katanya ada pula makam Gajah Mada, demikian juga di pulau Jawa. Kalaupun seandainya itu memang makam Gajah Mada, bisa saja tempat itu digunakan kembali oleh Moyang Ibul dan Raden Mas Banding untuk persiapan dalam rangka menyerangSriwijaya (Palembang) dan mengasah ilmu ilmu mereka. Tempat ini juga bila dilihat secara geografis memang cocok untuk mengasah ilmu-ilmu kedigjayaan. Di Desa Gunung Batu sendiri makam yang tidak ada hubungan darah atau kekerabatan dilarang keras untuk berdekatan kecuali mendapat ijin dari fihak ahli waris itupun sangat jarang terjadi. Di Gunung Batu sendiri makam keluarga berada pada tempatnya masing-masing.
Kalau kita melihat kasus ini, sepertinya ada kemiripan dengan kasus Moyang Batin, sebab Moyang Batin dimakamkan berjauhan dengan makam Karang Birahi alias Pangeran Mas (padahal sebenarnya ini adalah tempat mengajarnya saja!). Kasus ini jadinya mirip dengan 2 kakak beradik ini. Jadi siapa sebenarnya Gajah Mada disini? Gurunyakah? Siapakah dia ini?. Yang lebih aneh lagi kenapa jadi Gajah Mada yang lebih populer dibandingkan Moyang Ibul dan Raden Mas Banding?, Padahal kenyataannya daerah ini mereka berdualah yang pertama kali tiba dan membuka daerah ini terbukti dengan nama daerah ini yaitu “Desa Gunung Ibul”.
Bisa saja pada waktu itu mereka bisa mencari ketenaran diri sendiri, apakah mereka tidak butuh ketenaran? Sangat musykil sekali karena mereka adalah orang-orang muda yang masih berambisi terhadap sesuatu, sehingga figur tentang Gajah Mada ini bisa saja mereka bisa lenyapkan atau mereka kaburkan. Mungkin saja kalau mereka ambisi, mereka bisa hancurkan keberadaan makam itu (dengan catatan kalau itu memang makam Gajah Mada!). Kenapa kesempatan ini tidak mereka lakukan, malah justru mereka pelihara kondisi ini. Padahal mereka ini terkenal sebagai orang-orang yang pemberani. Pantang bagi mereka untuk mendengar kata-kata takut.
Asumsi yang tepat akhirnya kita dapat berkesimpulan, mungkin ini adalah salah satu strategi mereka yang ingin menghilangkan jejak, mereka dalam penyamarannya mungkin lebih menggembar-gemborkan mitos tentang Gajah Mada ini ketimbang diri mereka, walaupun pada kenyataannya mereka hidup cukup lama di daerah ini bahkan akhirnya dimakamkan disini. Sehingga selama kurang lebih 500 tahun justru merekalah yang tidak terkenal , mereka ternyata bermain dibelakang layar!!!.
Sampai saat ini pun apakah mereka sudah
menikah dan memiliki keturunan belum terpecahkan. Juru kunci makam
mereka sendiri tidak tahu sama sekali tentang latar belakang sejarah
daerah ini. Kalaupun makam kedua orang ini pada akhirnya menyendiri,
sepertinya itu faktor keamanan saja, karena pada dasarnya mereka adalah
pelarian-pelarian politik dan sedang melakukan tugas yang rahasia. Dan
inilah salah satu kehebatan mereka dalam menghilangkan jejak dan status
diri mereka, sangat luar biasa sekali!. Kalau melihat hal yang demikian
sepertinya pada masa itu kondisinya begitu mencekam!!! Karena begitu
kuatnya keinginan untuk menghilangkan informasi tentang diri mereka.
Situasi ini mirip mungkin pada masa orde baru. Dimana semua musuh
politik diburu. Mereka mungkin dalam memberikan keterangan selalu
berlainan kepada orang lain, kecuali hanya pada pengikut dan anak
cucunya, karena tingkat kewaspadaan mereka sangat tinggi. Ini juga
dilatar belakangi oleh ayah mereka.
Makam-makam ini juga setelah direnungkan
lebih dalam, secara kebetulan berada di pinggir sungai. Dan ini adalah
ciri khas bahwa mereka semua dalam perjalanan dan bertempat tinggal
selalu berdekatan dengan sungai. Walaupun Moyang Ibul dan Raden Mas
Banding berlokasi DitepiKelekar, sehingga dari hal ini
mungkin ketika menuju daerah ini mereka tidak lewat melalui sungai
Komering melainkan lewat jalan darat, namun dalam berkomunikasi tetap
saja lewat sungai, mungkin yang menjadi pertanyaan dimana mereka
berpisah. Yang lebih mencengangkan dan sangat aneh sekaligus menjawab
semua pertanyaan-pertanyaan yang menggantung, ternyata sungai tempat
mereka dimakamkan yaitu sungai Kelekar, ternyata tembus ke daerah Indra Laya (kurang
lebih 3 jam) dan tepat persis didekat makam Ratu Sahibul. Ini juga
diperkuat dan dicocokkan dengan Peta Topografi yang ternyata arah sungai
itu bersambung Ke Indra Laya. Sungai Kelekar ini bila
penulis amati ternyata berwarna hitam bening (maksudnya terlihat warna
airnya hitam pekat namun setelah dilihat dari dekat ternyata bening),
yang berarti sungai ini kemungkinan besar berasal dari mata air rawa,
dan memang daerah Prabumulih dan Indra Laya masih didominasi oleh banyak
rawa. Di Indra Laya sendiri nanti sungai Kelekar ini akan bertemu
dengan Sungai Ogan. Bahwa untuk memperkuat pendapat-pendapat diatas
terutama dalam penyamarannya, didalam perjalanan sekeluarga ini, mereka
menyamar dengan menggunakan kata-kata “Ratu” yang
artinya seorang “pemimpin atau raja dalam Bahasa Jawa”. Pada masa itu
pemakaian nama tersebut sudah lazim dilakukan hanya pada pembesar
kerajaan-kerajaan saja. Didaerah Komering dan sekitarnya pemakaian nama
tersebut juga cukup banyak, contohnya didaerah Minanga yang
menurut sejarah merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya tempo dulu. Bahkan
didaerah Minanga lebih banyak lagi diketemukan peninggalan arkeologis
yang penting.
Mengenai nama Desa Gunung Ibul sendiri, nama desa ini adalah berasal dari Moyang Ibul dan seperti sudah menjadi kebiasaan adat Desa Gunung Batu bahwa dalam menentukan keputusan atau pendapat, yang lebih menentukan adalah anak yang lebih tua oleh sebab itu Desa Gunung Ibul yang memberikan namanya adalah Moyang Ibul bukan Raden Mas Banding (Karena Moyang Ibul kakak dari Raden Mas Banding). Hal ini juga diperkuat dengan pencantuman nama Moyang Ibul Sendiri. Sedangkan kata “GUNUNG”, mungkin dengan ini ia akan mengingatkan bahwa Desa Gunung Ibul dan Desa Gunung Batu ada hubungan Historis, dan hebatnya lagi ini baru terungkap sekarang setelah direnungkan dari perjalanan-perjalanan mereka. Mungkin ini adalah salah satu petunjuk bahwa anak cucunya harus mencari kunci jawaban sendiri, karena pada dasarnya kedua orang ini mirip dengan misi ayahnya yaitu selalu menyembunyikan identitas diri.
Mengenai nama Desa Gunung Ibul sendiri, nama desa ini adalah berasal dari Moyang Ibul dan seperti sudah menjadi kebiasaan adat Desa Gunung Batu bahwa dalam menentukan keputusan atau pendapat, yang lebih menentukan adalah anak yang lebih tua oleh sebab itu Desa Gunung Ibul yang memberikan namanya adalah Moyang Ibul bukan Raden Mas Banding (Karena Moyang Ibul kakak dari Raden Mas Banding). Hal ini juga diperkuat dengan pencantuman nama Moyang Ibul Sendiri. Sedangkan kata “GUNUNG”, mungkin dengan ini ia akan mengingatkan bahwa Desa Gunung Ibul dan Desa Gunung Batu ada hubungan Historis, dan hebatnya lagi ini baru terungkap sekarang setelah direnungkan dari perjalanan-perjalanan mereka. Mungkin ini adalah salah satu petunjuk bahwa anak cucunya harus mencari kunci jawaban sendiri, karena pada dasarnya kedua orang ini mirip dengan misi ayahnya yaitu selalu menyembunyikan identitas diri.
e. Yang bernama asli Ratu Sejagat sedangkan nama yang diberikan orang lain adalah Tuan kapar(anak Ke 5). Ratu
Sejagat memiliki perangai yang tidak jauh berbeda dengan ayahnya. Pada
perkembangannya kedepan ternyata Ratu Sejagat tidak sabar untuk
menyerang Kerajaan Sriwijaya(Palembang).
Secara kebetulan sifat dan tabiat dari anak Ratu Sahibul ini tidak
jauh berbeda dengan bapaknya yaitu keras dan bengis, temperamental, dan
kurang perhitungan. Pada perkembangannya Ratu Sejagat selalu mendesak
ayahnya untuk menyerang segera Kerajaan Sriwijaya (Palembang). Jiwa
mudanya bergolak terus dan tidak sabaran. Ia merasa sudah cukup sakti
dan gagah sehingga bagi dia apalagi yang harus ditunggu?. Tapi ayahnya
selalu menghalangi. Sebelum ia menyerang Kerajaan Sriwijayapun ayahnya
masih terus memperingatkan dan menyuruh beliau untuk bersabar karena
kondisi mereka masih lemah dan belajar dari pengalaman. Namun apa yang
terjadi?, Ratu Sejagat akhirnya pergi tanpa bisa dihalangi. Ia menyerang
secara membabi buta Kerajaan Sriwijaya, dan yang cukup aneh ia
menyerang seorang diri tanpa pengawalan dari pasukannya, mungkin ia
merasa sakti dan tidak ada yang mampu mengalahkan ilmunya padahal ilmu
itu sebenarnya masih ada yang lebih baik. Seorang diri ia menyerang
selama kurang lebih 5 – 6 bulan dengan cara bergerilya dan hanya
bermodalkan senjata tajam berupa Keris dan bercelanapendek warna hitam dengan berselendangkan kain menyamping. Dalam hal penyerangan ini lagi lagi sejarah terulang! Dimana ia mengikuti jejak ayahnya dalam bertempur, ia menyerang Kerajaan Palembang hanya
seorang diri, ia hanya bermodalkan kesaktian tanpa strategi. Walaupun
demikian cukup banyak prajurit Sriwijaya (Palembang) yang tewas karena
ulahnya, menurut riwayat keluarga prajurit yang ia bunuh berjumlah
ribuan (Wallahu A’lam). Hasil dari serangan-serangan Ratu Sejagat ini,
akhirnya Ratu Sejagat bisa masuk ke Benteng Kerajaan.
Dari riwayat diceritakan beliau cukup sulit untuk dibunuh karena
mempunyai kekuatan yang sangat dahsyat, beliau kebal dari senjata tajam
dan cukup sulit ditundukkan, hal ini berlangsung kurang lebih 5 – 6 bulan, saking lamanya sampai-sampai pada akhirnya fihak Kerajaan Palembang mendapatkan
akal untuk membunuh beliau. Dimasa gerilya beliau, fihak kerajaan
akhirnya sempat membuat semacam penjara atau kurungan besi dalam sebuah
kolam didaerah Benteng dekat dari Sungai Musi (Palembang). Kolam itu diisi buah kelapa yang cukup banyak. Konon jumlah kelapa itu ribuan. Dalam sebuah pertempuran Ratu Sejagat akhirnya
dijebak untuk mendekati kolam itu, setelah dekat dengan kolam itu
akhirnya beliau terjebak dan terkurung dikolam ini,. Berhari-hari konon
menurut cerita 40 hari ia berenang kesana-kemari untuk menggapai apa
yang bisa diraih, namun setelah berhari- hari ia berenang dikolam itu,
akhirnya lama-kelamaan ia merasa kelelahan dan tidak lama kemudian
akhirnya ia tewas secara tragis. Setelah tewas dalam kurungan besi itu
kemudian mayat Ratu Sejagat itu dibuang ke Sungai Musi, mayat itu terkapar-kapar (terombang ambing)
tak tentu arah terbawa kesana-kemari terbawa arus Sungai Musi tanpa ada
yang memperdulikannya, tapi Allah memang adil setelah beberapa saat
mayat itu terlantar akhirnya mayat itu ditemukan oleh Pedagang Arab yang menurut cerita leluhur penulis adalah Bangsa Aip atau sekarang lebih populer dengan Golongan Habib.
Sebelumnya Habib itu bermimpi didatangi oleh arwah Ratu Sejagat yang
mengatakan bahwa tubuhnya tersangkut di jangkar perahunya dan mohon
untuk dimakamkan, dalam mimpi itu Ratu Sejagat mendoakan
anak keturunan dari Habib itu mendapatkan kebaikan dari Allah berupa
rezeki bila menguburkan mayatnya. Akhirnya keesokan harinya pedagang itu
melihat memang ada mayat yang tersangkut di perahunya, dan dengan
kesukarelaannya akhirnya orang arab itu memakamkan mayat Ratu Sejagat
dipinggir sungai Musi. Pedagang Arab itu akhirnya menetap didekat
sekitar makam Ratu Sejagat sampai beranak cucu dan keturunannya sampai
sekarang masih ada dan keberadaan mereka berada disekitar samping makam.
Konon menurut cerita kehidupan Habib itu mendapatkan Karunia dari Allah
SWT berupa keberkahan luar biasa dalam segala usahanya karena berbuat
baik dan keikhlasan hatinya dalam menolong sesamanya walaupun sudah
menjadi mayat. Makam Ratu Sejagat inipun sampai sekarang masih ada dan terkenal dengan nama Makam Tuan Kapar, dinamakan Makam Tuan Kapar karena mayatnya dulu terkapar-kapar, makam ini terdapat didaerah Seberang Bombaru dipinggir Sungai Musi Palembang atau di 14 Ulu Kelurahan Sebrang Ulu (tidak jauh dari Jembatan Ampera). Makam ini juga ditumbuhi Pohon Bungur yang cukup tinggi dan satu-satunya makam yang ada didaerah itu. Sampai saat ini makam itu dijaga oleh Juru Kunci yang
keturunan dari Bangsa Aip tersebut. Keturunan terakhir dari para Juru
Kunci makam ini yaitu Bapak Apu, sedangkan neneknya yang seharusnya
banyak tahu tentang tuan kapar ini sudah lanjut usia, kurang lebih 90
tahun. Beliau sudah tidak mampu berdiri dan berbicara. Dan Di tahun 2012
ini informasi tentang Tuan kapar ditempat ini sangat minim, justru dari
penulislah info ini akan diberikan. Perawakan dan fisik dari Tuan Kapar
itu sendiri adalah tinggi besar, hitam legam mirip orang India.
Dahulu pada masa Moyang Layo dan Kakenda Bakri (akas Qori)
masih hidup apabila mereka berziarah ketempat ini, beliau disambut Juri
Kunci (Ibu dari Bapak Najib juri kunci yang kemarin tahun 2010 wafat)
dengan memotong Ayam sebagai penghormatan terhadap anak cucu Tuan Kapar (walau dari jalur yang lain).
f.Bernama asli Mas Raden, (Beliau anak ke 6),
beliau ini mempunyai keinginan aneh dimana ingin beristri bidadari
sehingga demi mewujudkan keinginannya ia lalu melakukan tapa di hutan
yang bernama Talang Pulau, sebuah daerah yang masih
berawa dan masih berada di sekitar Desa Gunung Batu yang sampai sekarang
masih terdapat peninggalannya berupa kolam kecil beserta ikannya.
Tempat ini sangat susah dicapai karena kemisteriusannya, konon apabila
ada orang yang masuk daerah ini tidak akan bisa keluar lagi. Dalam
menjalankan tapa itu beliau mohon kepada kakaknya Karia Ulung untuk menjaganya sampai 40 hari. Dalam
40 hari ini tapanya itu tidak boleh lebih atau kurang bila kurang gagal
begitu pula bila lebih pun gagal. Pada usahanya yang pertama ternyata Karia Ulung kakaknya,
mendatangi sebelum genap 40 hari sehingga gagal dan kecewalah ia,
padahal sebelumnya ia sudah mengatakan untuk tidak melanggar perjanjian
ini sehingga dengan terpaksa ia harus mengulang tapanya. Namun untuk
keinginannya yang kedua justru keinginannya digagalkan sendiri oleh
kakaknya Karia Ulung yang merasa kesal dengan keinginan adiknya ini karena dianggap sangat aneh!, sehingga ketika Mas Raden
bertapa selama 40 hari sesuai perjanjian dengan kakaknya, justru
kakaknya membiarkan lebih dari 40 hari sehingga akhirnya ia tewas secara
mengenaskan, setelah lebih dari 40 hari dari waktu yang telah
disepakati itu kakaknya datang ketempat pertapaan Mas Raden untuk menengoknya, namun disini Karia Ulung cuma
menemukan tulang belulang adiknya, kemudian tulang belulang adiknya
segera dikuburkan. Tak beberapa lama kakaknya didatangi Mas Raden dalam
bentuk gaib pada waktu setelah Magribdengan bertolak pinggang, yang menyatakan kecewa dan marah karena kakaknya sengaja menginginkan kematiannya dan akhirnya Mas Raden membuat
semacam perjanjian gaib yang tidak boleh dilanggar sampai kini oleh
keturunan Karia Ulung. Perjanjian itu sendiri berbunyi Mas Raden meminta
daerah kekuasaanya meliputi daerah Korbang (sekitar
Desa Gunung Batu kurang lebih 1 kilometer, berdekatan dengan pemakaman
keluarga) dan sekitarnya untuk tidak ada yang mengambil dan menguasainya
kemudian menjadi miliknya. Makam Mas Raden sendiri berada menyendiri
didaerah Korbang dan dinaungi oleh pohon duku yang miring yang saat ini sudah tumbang karena dimakan usia.
g. Dan yang paling bungsu (anak ke 7) yang bernama asli Pangeran Sukalilo dan bergelar Moyang Batin yang
merupakan anak angkat penyebar agama (Pangeran Mas atau Karang
Birahi?). Moyang Batin pada perkembangannya diperintahkan ayah angkatnya
untuk menyebarkan (berdakwah) Agama Islam. Karang Birahi atau Pangeran
Mas sendiri tidak mempunyai anak. Moyang Batin merupakan anak yang
paling baik budi bahasanya, taat, serta mempunyai kemampuan agama yang
cukup baik dibanding saudara-saudaranya yang lain. Karakter Moyang Batin
ini mirip sekali dengan Pamannya Aria Sekati yang berjiwa lembut dan
penyabar. Nama Batin sendiri dalam tradisi Desa Gunung Batu sangatlah
terhormat dan istimewa. Dari beliau ini muncul keturunan-keturunan Penghulu atau pemuka-pemuka Agama (kalau sekarang Kyai).
Keturunannya pun banyak bertebaran di Palembang, Gunung Batu, Jakarta,
Bandung, dll. Salah satu Keturunan langsung dari Moyang Batin ini adalah
Ibu Kami, yaitu H Habsoh yang merupakan penduduk asli kampung satu
tempo dulu.
Empat orang kakak beradik ini (Yaitu :
Karia Ulung, Jaran, Mas Raden, Moyang Batin) ditinggalkan dan
dimakamkan Didesa Gunung Batu, sedangkan Ratu Sahibul melanjutkan perjalanan ke Indra Laya dengan membawa istrinya yang bernama Nyi Mas…. (menurut Sejarah Demak bernama Nyi Kiemas).
Kisah dari Ratu Sahibul adalah setelah
kematian Ratu Sejagat akhirnya beliau Ratu Sahibul menetap dengan
anaknya yang lain, (selain dengan Ratu Sejagat atau Tuan Kapar) yaitu putri satu-satunya yang bernama Siti Rukiah yang nisannya tertera berangka tahun 1641 (angka yang masih menjadi pertanyaan) dan bertuliskan “adik Ratu Paseh” (Siti Rukiah wafat
saat masih remaja) dan tinggal sampai akhir hayatnya Di Desa Indra
Laya. Sebenarnya didesa terakhir ini beliau sudah sempat menyiapkan
pasukan perang bersama Ratu Sejagat anaknya, namun ternyata ambisi itu
tidak mampu ia wujudkan. Didesa terakhir ini ia sempat menikah lagi
namun tidak mempunyai anak. Didesa ini ia dimakamkan bersama para
pengikut dan orang-orang kepercayaannya. Namun disayangkan pada masa
sekarang ini makam-makam dari pengikutnya sudah berubah alih menjadi
perumahan. Bahkan di tahun 2012 ini keberadaan makam Ratu Sahibul ini
disampingnya telah dibuat mesjid. Makamnyapun baru-baru ini telah
dipugar dengan orang-orang yang mengaku sebagai keturunannya.
Dalam kasus anak-anak yang dibawa Ratu
Sahibul untuk menyerang Sriwijaya (Palembang) kemungkinan besar mereka
sangat diandalkan Ratu Sahibul, mereka juga rata-rata masih bujangan.
Faktor Karia Ulung, Jaran, Mas Raden, Batin tetap
tinggal di Gunung Batu kemungkinan ada beberapa faktor, dan
faktor-faktor ini sangat mungkin bisa diterima dengan akal sehat.yaitu…
1 Mereka yang ada di Gunung Batu
sebagian besar sudah menikah dan mempunyai anak kecuali Mas Raden. Oleh
sebab itu mungkin mereka merasa mempunyai tanggung jawab, sehingga tidak
berambisi lagi dalam mengejar dan mencari kekuasaan. Disamping itu seperti Moyang Batin, ia lebih suka mengikuti gurunya ketimbang ayahnya.
2. Mungkin mereka ditugaskan untuk menjaga Desa Gunung Batu karena Desa Gunung Batu adalah desa yang baru dibentuk sehingga rawan akan gangguan dari daerah lain (seperti pada kasus Kerajaan Abung menyerang Komering ).
3.Mereka mungkin sudah jenuh terhadap
perjalanan yang tidak pasti yang telah dilakukan oleh ayahnya. Apalagi
dengan kondisi yang berpindah- pindah terus sehingga mungkin bagi mereka
terasa membosankan (lebih tidak pasti lagi ketika status mereka dalam
pelarian politik), apalagi kalau mereka harus membawa anak dan istri.
Perjalanan pada masa itu juga terlalu sangat beresiko dan serba
terbatas, semua fasilitas transportasi pada masa itu mungkin sangat
sederhana sehingga perjalanan bisa ditempuh dengan waktu yang lama. Pada
akhirnya mereka tidak mau ikut serta. Mereka mungkin sudah merasa
bahagia dan damai dengan tinggal Di Desa Gunung Batu.
4.Seperti biasa dalam sebuah keluarga
ada yang setuju ada yang tidak setuju ketika dihadapkan pada sebuah
pilihan hidup. Mungkin orang- orang yang menetap Di Gunung Batu ini
tetap bertahan berdasarkan alasan-alasan diatas.
Dalam masalah-masalah ini kalau diamati
sepertinya telah terjadi beberapa pertentangan antar mereka dalam
memutuskan dan berkeinginan menyerang Sriwijaya (Palembang) dengan berpindah dari Desa Gunung Batu.
Kenapa demikian? sebab kalau dipikir secara logika tidak mungkin mereka
yang 4 orang ini berani untuk tidak mau mengikuti perjalanan menuju
Sriwjaya (Palembang), kenapa demikian? Karena Ratu Sahibul dalam
perjalanannya dari Jawa sampai Sumatra selalu membawa sanak keluarganya.
Sangat aneh sekali! mengapa? Sebab bahwa Ratu Sahibul ini wataknya adalah
pemberang, bengis, pendendam, dan sering memaksakan kehendak. Apalagi
bila sudah marah dan keinginannya tidak tercapai sangat berbahaya
sekali. Namun kenapa untuk kali ini ia hanya bisa membawa 3 orang
anaknya saja. Apa yang telah terjadi? .
Sepertinya mungkin anaknya yang di Desa Gunung Batu sudah belajar dari kegagalan-kegagalan terdahulu, terutama ketika ayahnya harus menyingkir dari Kerajaan Demak, sehingga mereka tidak mau lagi mengalami kegagalan kedua kali di Sriwijaya (Palembang) ini, sepertinya kesan yang sangat sangat kuat sekali. Kalaupun Ratu Sahibul masih berambisi ingin merebut Sriwijaya (Palembang) mungkin karena ia pernah merasakan nikmatnya menjadi seorang penguasa. Begitu juga mungkin anak-anaknya yang merasa sebagai anak seorang penguasa dengan status sebagaiPangeran atau Raden, sehingga mau tak mau terus ikut dalam perjalanannya ke Gunung Ibul danIndra Laya. Kekuasaan mungkin menjadi impian mereka (yang selama itu sudah dirampas olehPenguasa Demak). Selain faktor kekuasaan, faktor lain adalah dendam!. Karena fakta sejarah yang tertulis dalam sejarah, Demak dan Palembang kedua daerah tersebut adalah merupakan bekas jajahan Majapahit dan memiliki kaitan dan hubungan yang erat baik dari Kekeluargaan dan Kerajaan. Mungkin sekali pada akhirnya Ratu Sahibul akan menuntut balas, karena mungkin menurutnya, dia sudah merasa dirampas hak dan segala miliknya baik dari segi politik, materi maupun kedudukannya sebagai seorang penguasa. Ditambah lagi bahwa begitu banyak sejarah yang telah diputar balikkan oleh Penguasa Demak tentang dirinya, semua tentang dirinya selalu bernuansa negatif dan buruk, semua berita yang terdengar dan terkabarkan pada masyarakat Jawa selalu penuh dengan nilai-nilai yang berdasarkan kepentingan mereka saja (Kerajaan Demak). Berita tentang dia selalu bernuansa dengan keburukan dan kebodohan dalam melakukan setiap hal. Ada berita yang tidak kalah mengejutkan, disamping 7 orang anak laki- laki keturunan Ratu Sahibul ini penulis pernah terkejut ketika membaca sebuah Majalah Islam yang bernama Sabili, terutama pada edisi khusus tentang masa-masa emas perkembangan Agama Islam di Indonesia. Dikatakan dalam majalah itu bahwa salah seorang tokoh pemberontak DI / TII yang legendaris karena sikapnya yang sangat keras dan Radikal yang bernama Marijan Kartosuwiryo adalah keturunan dari Ratu Sahibul. Ia lahir di Cepu yaitu tempat asal-usul Ratu Sahibul lahir. Hanya saja yang menjadi pertanyaan penulis dia ini nasab dan silsilahnya dari jalur mana? Ini yang masih menjadi pelacakan penulis. Sampai saat ini penulis belum mendapat data yang cukup tentang nasab dari Kartosuwiryo ini. Mudah-mudahan hal ini bisa terjawab dengan tuntas. Keturunannya dari Ratu Sahibul saat ini ada yang Di Jakarta, Bandung, Serang, Cikampek, Tangerang, Cilacap, Bekasi, Palembang, Baturaja, Lampung, Jambi, dll.
Sepertinya mungkin anaknya yang di Desa Gunung Batu sudah belajar dari kegagalan-kegagalan terdahulu, terutama ketika ayahnya harus menyingkir dari Kerajaan Demak, sehingga mereka tidak mau lagi mengalami kegagalan kedua kali di Sriwijaya (Palembang) ini, sepertinya kesan yang sangat sangat kuat sekali. Kalaupun Ratu Sahibul masih berambisi ingin merebut Sriwijaya (Palembang) mungkin karena ia pernah merasakan nikmatnya menjadi seorang penguasa. Begitu juga mungkin anak-anaknya yang merasa sebagai anak seorang penguasa dengan status sebagaiPangeran atau Raden, sehingga mau tak mau terus ikut dalam perjalanannya ke Gunung Ibul danIndra Laya. Kekuasaan mungkin menjadi impian mereka (yang selama itu sudah dirampas olehPenguasa Demak). Selain faktor kekuasaan, faktor lain adalah dendam!. Karena fakta sejarah yang tertulis dalam sejarah, Demak dan Palembang kedua daerah tersebut adalah merupakan bekas jajahan Majapahit dan memiliki kaitan dan hubungan yang erat baik dari Kekeluargaan dan Kerajaan. Mungkin sekali pada akhirnya Ratu Sahibul akan menuntut balas, karena mungkin menurutnya, dia sudah merasa dirampas hak dan segala miliknya baik dari segi politik, materi maupun kedudukannya sebagai seorang penguasa. Ditambah lagi bahwa begitu banyak sejarah yang telah diputar balikkan oleh Penguasa Demak tentang dirinya, semua tentang dirinya selalu bernuansa negatif dan buruk, semua berita yang terdengar dan terkabarkan pada masyarakat Jawa selalu penuh dengan nilai-nilai yang berdasarkan kepentingan mereka saja (Kerajaan Demak). Berita tentang dia selalu bernuansa dengan keburukan dan kebodohan dalam melakukan setiap hal. Ada berita yang tidak kalah mengejutkan, disamping 7 orang anak laki- laki keturunan Ratu Sahibul ini penulis pernah terkejut ketika membaca sebuah Majalah Islam yang bernama Sabili, terutama pada edisi khusus tentang masa-masa emas perkembangan Agama Islam di Indonesia. Dikatakan dalam majalah itu bahwa salah seorang tokoh pemberontak DI / TII yang legendaris karena sikapnya yang sangat keras dan Radikal yang bernama Marijan Kartosuwiryo adalah keturunan dari Ratu Sahibul. Ia lahir di Cepu yaitu tempat asal-usul Ratu Sahibul lahir. Hanya saja yang menjadi pertanyaan penulis dia ini nasab dan silsilahnya dari jalur mana? Ini yang masih menjadi pelacakan penulis. Sampai saat ini penulis belum mendapat data yang cukup tentang nasab dari Kartosuwiryo ini. Mudah-mudahan hal ini bisa terjawab dengan tuntas. Keturunannya dari Ratu Sahibul saat ini ada yang Di Jakarta, Bandung, Serang, Cikampek, Tangerang, Cilacap, Bekasi, Palembang, Baturaja, Lampung, Jambi, dll.
2. Tuan Di Jawa
(Hulung Balang beliau). Makam orang ini kabarnya sangat panjang. Makamnya Didesa Gunung Batu. Beliau tidak punya keturunan.
(Hulung Balang beliau). Makam orang ini kabarnya sangat panjang. Makamnya Didesa Gunung Batu. Beliau tidak punya keturunan.
3. Kyai Patih (Penasehat Ratu Sahibul),
keturunannya pada saat ini adalah keturunan Haji Saad yang dahulu pada masa Moyang Layo terkenal sebagai penakluk dan pawang buaya. Ternyata Ilmu buaya ini dimiliki pula Oleh Ayah dari Bapak Andre Thalib Saad ini, tidak kalah dari ilmunya Jaka Tingkir dari Kerajaan Pajang. Bermain dan berdiri diatas buaya adalah hal yang biasa bagi Haji Saad. Buaya buat Haji Saad seperti kawan main saja. Menurut paman dan ibu Penulis Haji Saad bila memanggil buaya untuk menuju rumahnya, buaya-buaya itu seperti anak-anak kecil saja dan anehnya buaya-buaya tersebut tunduk kepada Haji Saad ini. Yang mungkin protes adalah tetangga-tetangganya yang kedatangan buaya-buaya tersebut. Orang-orangtua digunung Batu yang usianya diatas 75 tahun pasti pernah mendengar kisah Haji Saad ini. Menurut paman penulis, rahasia dari ilmu haji Saad inilah lagi-lagi mirip dengan Ratu Sahibul (rata-rata mengaku dirinya Tuhan). Dan menurut Haji Saad bila memiliki ilmu ini dan tidak segera tobat sebelum mati, maka neraka jahanamlah imbalannya. Haji Saad dan Moyang Layo (kakek dari Ayah Penulis) berteman akrab sekali dan mereka berdua ini sama-sama mengetahui sejarah asli lahirnya desa Gunung Batu. Dulu Haji Saad hampir dibacok oleh orang yang bernama Cik Hasan namun berhasil dihalangi dan didamaikan oleh Moyang Layo, dari peristiwa inilah kedua orang ini bersahabat. Keturunan Haji Saad ini antara lain Almarhum Saleh Saad (Ayah dari Kakanda Iskandar Bagus Saad Jakarta) di Palembang dan Jakarta, Almarhum Hanafi Saad di Jakarta, Bapak Andre Thalib Saad di Jakarta, Bapak Kodir Saad, Bapak Syafii Saad, Kakanda Iskandar Saad di Jakarta, Kakanda Zulkarnaen Saad dan seluruh keluarga Almarhum Haji Saad). Makam Patih ini berada Di Desa Gunung Batu. Saat ini keturunannya ada yang berada di Jakarta, Palembang, Australia, dll. Berdasarkan cerita versi Kerajaan Demak dan Pajang usia dari Patihnya Ratu Sahibul sangat tua dan matang. Patih ini juga dikatakan tewas satu paket dengan Ratu Sahibul padahal kenyataannya ia berhasil lolos dengan rombongan Ratu Sahibul.Jadi kalau pada akhirnya ia dimakamkan di Desa Gunung Batu itu wajar saja karena usia Patih ini sudah sangat uzur dan sudah tidak mungkin mengikuti terus menerus perjalanan Ratu Sahibul untuk menyerbu Kerajaan Palembang. Kemungkinan lain juga, bisa saja ia ditugaskan dan menata Desa Gunung Batu bersama anak-anak Ratu Sahibul yang belum berpengalaman dalam dunia pemerintahan. Menurut Ayah penulis makam Kyai Patih dahulunya sering dijadikan tempat meminta-minta karena dianggap keramat. Makam ini bentuknya panjang dan besar. Dahulu banyak sekali orang yang melakukan hal-hal yang diluar akal di makam ini.. 3 orang ini (Ratu Sahibul, Kyai patih, Tuan Di Jawa) adalah orang-orang yang lebih dahulu menetap di Desa Gunung Batu.
keturunannya pada saat ini adalah keturunan Haji Saad yang dahulu pada masa Moyang Layo terkenal sebagai penakluk dan pawang buaya. Ternyata Ilmu buaya ini dimiliki pula Oleh Ayah dari Bapak Andre Thalib Saad ini, tidak kalah dari ilmunya Jaka Tingkir dari Kerajaan Pajang. Bermain dan berdiri diatas buaya adalah hal yang biasa bagi Haji Saad. Buaya buat Haji Saad seperti kawan main saja. Menurut paman dan ibu Penulis Haji Saad bila memanggil buaya untuk menuju rumahnya, buaya-buaya itu seperti anak-anak kecil saja dan anehnya buaya-buaya tersebut tunduk kepada Haji Saad ini. Yang mungkin protes adalah tetangga-tetangganya yang kedatangan buaya-buaya tersebut. Orang-orangtua digunung Batu yang usianya diatas 75 tahun pasti pernah mendengar kisah Haji Saad ini. Menurut paman penulis, rahasia dari ilmu haji Saad inilah lagi-lagi mirip dengan Ratu Sahibul (rata-rata mengaku dirinya Tuhan). Dan menurut Haji Saad bila memiliki ilmu ini dan tidak segera tobat sebelum mati, maka neraka jahanamlah imbalannya. Haji Saad dan Moyang Layo (kakek dari Ayah Penulis) berteman akrab sekali dan mereka berdua ini sama-sama mengetahui sejarah asli lahirnya desa Gunung Batu. Dulu Haji Saad hampir dibacok oleh orang yang bernama Cik Hasan namun berhasil dihalangi dan didamaikan oleh Moyang Layo, dari peristiwa inilah kedua orang ini bersahabat. Keturunan Haji Saad ini antara lain Almarhum Saleh Saad (Ayah dari Kakanda Iskandar Bagus Saad Jakarta) di Palembang dan Jakarta, Almarhum Hanafi Saad di Jakarta, Bapak Andre Thalib Saad di Jakarta, Bapak Kodir Saad, Bapak Syafii Saad, Kakanda Iskandar Saad di Jakarta, Kakanda Zulkarnaen Saad dan seluruh keluarga Almarhum Haji Saad). Makam Patih ini berada Di Desa Gunung Batu. Saat ini keturunannya ada yang berada di Jakarta, Palembang, Australia, dll. Berdasarkan cerita versi Kerajaan Demak dan Pajang usia dari Patihnya Ratu Sahibul sangat tua dan matang. Patih ini juga dikatakan tewas satu paket dengan Ratu Sahibul padahal kenyataannya ia berhasil lolos dengan rombongan Ratu Sahibul.Jadi kalau pada akhirnya ia dimakamkan di Desa Gunung Batu itu wajar saja karena usia Patih ini sudah sangat uzur dan sudah tidak mungkin mengikuti terus menerus perjalanan Ratu Sahibul untuk menyerbu Kerajaan Palembang. Kemungkinan lain juga, bisa saja ia ditugaskan dan menata Desa Gunung Batu bersama anak-anak Ratu Sahibul yang belum berpengalaman dalam dunia pemerintahan. Menurut Ayah penulis makam Kyai Patih dahulunya sering dijadikan tempat meminta-minta karena dianggap keramat. Makam ini bentuknya panjang dan besar. Dahulu banyak sekali orang yang melakukan hal-hal yang diluar akal di makam ini.. 3 orang ini (Ratu Sahibul, Kyai patih, Tuan Di Jawa) adalah orang-orang yang lebih dahulu menetap di Desa Gunung Batu.
4. Jangkaru,
Makamnya ada Di Gunung Batu. Keturunannya diantaranya, Kyai Patih Cotti Jangkaru, Saleh Jangkaru, Bapak Abdulah Jangkaru (Ayah Buaya) di Bogor Cijeruk, Pamang Jangkaru, Arbain Jangkaru, Mustika Ali Jangkaru, Zulkipli Jangkaru, serta Kakek dari Pamanda penulis yaitu Abdullah Tugu, serta nama-nama lainnya yang belum sempat tersebut). Menurut Sejarah beliau berasal dari Lampung (Tulang Bawang atau Kerajaan Abung).Saat ini keturunan beliau hampir sudah tidak ada lagi didesa Gunung Batu. Semua sudah keluar dan merantau, ada yang di Jakarta, Bandung, Bogor, dll, bahkan anak cucunya ada yang berhasil menjadi presenter Acara Trans 7 yaitu Jejak Petualang yang bernama Riani Jangkaru. Menurut keterangan dari ayah kami fisik rata-rata keturunan dari jangkaru ini tinggi, gagah dan besar. Keturunan Jangkaru dan leluhur penulis ini berlangsung dengan baik, terutama pada masa Moyang layo.
Makamnya ada Di Gunung Batu. Keturunannya diantaranya, Kyai Patih Cotti Jangkaru, Saleh Jangkaru, Bapak Abdulah Jangkaru (Ayah Buaya) di Bogor Cijeruk, Pamang Jangkaru, Arbain Jangkaru, Mustika Ali Jangkaru, Zulkipli Jangkaru, serta Kakek dari Pamanda penulis yaitu Abdullah Tugu, serta nama-nama lainnya yang belum sempat tersebut). Menurut Sejarah beliau berasal dari Lampung (Tulang Bawang atau Kerajaan Abung).Saat ini keturunan beliau hampir sudah tidak ada lagi didesa Gunung Batu. Semua sudah keluar dan merantau, ada yang di Jakarta, Bandung, Bogor, dll, bahkan anak cucunya ada yang berhasil menjadi presenter Acara Trans 7 yaitu Jejak Petualang yang bernama Riani Jangkaru. Menurut keterangan dari ayah kami fisik rata-rata keturunan dari jangkaru ini tinggi, gagah dan besar. Keturunan Jangkaru dan leluhur penulis ini berlangsung dengan baik, terutama pada masa Moyang layo.
5. Singagandung
Beliau adalah abdi dalem (pembantu setia) Moyang Karang Birahi / Pangeran Mas (Singagandung berasal dari Batak Sumatra Utara), tentang nama dari orang ini adalah karena ketika dia datang ke Gunung Batu dari arah hulu bergandeng (dalam bahasa Gunung Batu yaitu gandung) yang artinya “mengikuti” Moyang Karang Birahi dalam menyebarkan Agama Islam. Konon Singagandung ini katanya sangat penurut sekali dan setia kepada gurunya. Apa yang diperintahkan gurunya selalu diikuti. Keturunannya adalah Almarhum Kakenda Sayadi atau Bacok, Yusuf Labuay, Haji Ibrohim, Kyai Patih Mutung, Sangun Ratu (kakek Almarhum Abu Kosim Sindapati ayah dari kakanda Titan Binari dan Bobot), Keluarga Besar Pamanda Hamid Ratu Ali (Pak Gadung). keturunannya ada yang di Jakarta, Palembang, dan lain-lain.
Beliau adalah abdi dalem (pembantu setia) Moyang Karang Birahi / Pangeran Mas (Singagandung berasal dari Batak Sumatra Utara), tentang nama dari orang ini adalah karena ketika dia datang ke Gunung Batu dari arah hulu bergandeng (dalam bahasa Gunung Batu yaitu gandung) yang artinya “mengikuti” Moyang Karang Birahi dalam menyebarkan Agama Islam. Konon Singagandung ini katanya sangat penurut sekali dan setia kepada gurunya. Apa yang diperintahkan gurunya selalu diikuti. Keturunannya adalah Almarhum Kakenda Sayadi atau Bacok, Yusuf Labuay, Haji Ibrohim, Kyai Patih Mutung, Sangun Ratu (kakek Almarhum Abu Kosim Sindapati ayah dari kakanda Titan Binari dan Bobot), Keluarga Besar Pamanda Hamid Ratu Ali (Pak Gadung). keturunannya ada yang di Jakarta, Palembang, dan lain-lain.
6. Moyang Dalom
(Berasal dari Cirebon Jawa Barat, salah satu keturunannya adalah Nenenda Maimunah atau nenek penulis dari fihak laki-laki atau istri kakenda Raden Keramo). Orang ini tidak dimakamkan Didesa Gunung Batu. Orang ini juga menjadi pertanyaan apakah dia abdi dalem Ratu Sahibul, karena nama Dalom dalam bahasa kamus bahasa Indonesia artinya adalah abdi dalem. Keturunan beliau saat ini ada yang di Jakarta, Palembang, dll.
(Berasal dari Cirebon Jawa Barat, salah satu keturunannya adalah Nenenda Maimunah atau nenek penulis dari fihak laki-laki atau istri kakenda Raden Keramo). Orang ini tidak dimakamkan Didesa Gunung Batu. Orang ini juga menjadi pertanyaan apakah dia abdi dalem Ratu Sahibul, karena nama Dalom dalam bahasa kamus bahasa Indonesia artinya adalah abdi dalem. Keturunan beliau saat ini ada yang di Jakarta, Palembang, dll.
7. Moyang Bungkuk
Keturunannya adalah Mentri Kosim serta masih banyak lagi yang lainnya yang belum tersebut disejarah Gunung batu ini. Orang ini dari data yang didapatkan sangat minim sekali.
Keturunannya adalah Mentri Kosim serta masih banyak lagi yang lainnya yang belum tersebut disejarah Gunung batu ini. Orang ini dari data yang didapatkan sangat minim sekali.
8. Moyang Mas Sipa
Berasal dari Cina, keturunannya adalah Mamang Mangku (paman dari penulis), Raden Sattar (mertua dari kakak penulis) dan nama-nama yang lain yang belum disebut. Dikomplek pemakaman ini terkenal dengan keangkerannya. Yang lebih unik lagi sebagian besar yang dimakamkan disini banyak yang wafatnya tidak normal, ada yang dibunuh, ada yang tertabrak dan keanehan-keanehan lain. Tertera dibeberapa nisan pemakaman didaerah ini sekitar abad ke 16 dan 17 Masehi. Keturunannya saat ini sudah menyebar, ada yang di Palembang, di Jakarta, Batam, Serang, Cileungsi,dll.
Berasal dari Cina, keturunannya adalah Mamang Mangku (paman dari penulis), Raden Sattar (mertua dari kakak penulis) dan nama-nama yang lain yang belum disebut. Dikomplek pemakaman ini terkenal dengan keangkerannya. Yang lebih unik lagi sebagian besar yang dimakamkan disini banyak yang wafatnya tidak normal, ada yang dibunuh, ada yang tertabrak dan keanehan-keanehan lain. Tertera dibeberapa nisan pemakaman didaerah ini sekitar abad ke 16 dan 17 Masehi. Keturunannya saat ini sudah menyebar, ada yang di Palembang, di Jakarta, Batam, Serang, Cileungsi,dll.
9. Nenek Moyang dari Bapak Haji Salim R.A Thoha
(Berasal dari Arab namun tidak diketahui dari Arab mana apakah golongan Sayyid atau hanya golongan non habib). Yang penulis ketahui keturunannya adalah Karay (mantan Kepala Desa), Akip Toha, Nenenda Panji atau Ibunda dari bibi penulis (istri Pamanda Haji Ali Hasan) dan Bapak Salim RA Toha. Banyak keturunan dari moyang ini sampai sekarang ciri khas wajah kearabannya masih belum hilang, keturunannya pada masa sekarang ada yang di Tangerang, Jakarta, Palembang, dll. Haji Toha dimasa dahulu terkenal karena memiliki perahu yang sangat besar. Dahulu untuk memiliki perahu yang besar dibutuhkan biaya yang sangat banyak. Oleh karena itu Haji Toha ini terkenal di GUnung Batu sebagai pemilik perahu yang besar.
(Berasal dari Arab namun tidak diketahui dari Arab mana apakah golongan Sayyid atau hanya golongan non habib). Yang penulis ketahui keturunannya adalah Karay (mantan Kepala Desa), Akip Toha, Nenenda Panji atau Ibunda dari bibi penulis (istri Pamanda Haji Ali Hasan) dan Bapak Salim RA Toha. Banyak keturunan dari moyang ini sampai sekarang ciri khas wajah kearabannya masih belum hilang, keturunannya pada masa sekarang ada yang di Tangerang, Jakarta, Palembang, dll. Haji Toha dimasa dahulu terkenal karena memiliki perahu yang sangat besar. Dahulu untuk memiliki perahu yang besar dibutuhkan biaya yang sangat banyak. Oleh karena itu Haji Toha ini terkenal di GUnung Batu sebagai pemilik perahu yang besar.
Mereka inilah yang pertama kali yang
tinggal di Gunung Batu. Untuk membuktikan bahwa Desa Gunung Batu dihuni
oleh 9 Keturunan, saat ini komplek pemakaman yang terdapat didesa Gunung
Batu terdiri dari 9 lokasi yang berlainan, apabila ada yang wafat maka
akan terlihat dari jalur mana keturunannya berada. Kalau ada warga Desa
Gunung Batu yang telah puluhan tahun tinggal diluar Gunung Batu dan
ingin tahu mereka berasal dari keturunan fihak mana, maka bisa dilihat
makam leluhur atau kakek dan nenek mereka berada dimana. Dan diharapkan
bagi mereka untuk tidak malu mengakui asal-usul leluhur-leluhur mereka
itu, baik yang dari Batak, Jawa, Cirebon, Arab, Cina, Lampung, karena
dari mereka inilah kita lahir. Dari mereka inilah kita mengenal agama
Islam yang mayoritas dianut 100% oleh warga Desa Gunung Batu.
Para leluhur-leluhur ini juga mempunyai
tingkah laku yang beraneka ragam. Namun untuk menjaga persaudaraan antar
masyarakat Desa Gunung Batu tidaklah perlu diungkap kelemahan dan cacat
dari para leluhur-leluhur ini. Disamping tidak etis lagi pula tidak ada
gunanya untuk dibahas, apalagi pada masa sekarang antara para keturunan
atau anak cucu leluhur-leluhur ini sudah terjalin tali persaudaraan
dengan jalan pernikahan, pengangkatan saudara, dll. Penulis sendiri
dipesan oleh ayah penulis untuk tidak mencantumkan kelemahan-kelemahan
leluhur warga Desa Gunung Batu guna menjaga tali silturahmi dan nama
baik leluhur-lehuhur tersebut. Jadi pada intinya masyarakat Gunung Batu
adalah bersaudara walaupun masyarakatnya sudah banyak yang merantau.
Selain yang disebutkan diluar Desa Gunung Batu, sampai saat ini
mayoritas para anak cucu leluhur-leluhur ini masih banyak yang tinggal
di Desa Gunung Batu.
Perlu diketahui nama-nama yang mereka
pakai kebanyakan ini masih dipengaruhi budaya Animisme, sebuah budaya
yang lebih mengagungkan kehebatan kehebatan benda-benda seperti Pohon
dan Binatang. Memang saat itu daerah Komering khususnya didaerah huluan
masih banyak orang-orang yang belum Islam. Jadi bila kita dengar
nama-nama yang identik dengan nama- nama binatang tidak usah heran.
Nama-nama seperti Kumbang, Harimau, Harimau, Macan, Singa, Gajah, dll
sudah lazim dipakai dalam pemakaian nama seseorang, kemudian datang
Islam sedikit demi sedikit hal itu mulai berubah, walapun sampai saat
ini masih ada saja yang mempunyai nama yang berbau binatang. Dalam hal
ini daerah-daerah lain yang juga sama dengan Desa Gunung Batu yaitu
daerah Minanga.
Dari 9 keturunan ini sebenarnya masih
ada 2 lagi, namun mereka wafat masih muda dalam keadaan masih remaja dan
gadis (mereka sempat menjalin cinta namun akhirnya tidak menikah),
mereka adalah Patih Rangga dan Moyang Morli. Itulah beberapa 9 keturunan tersebut.
Disamping 9 keturunan ini pada abad sekitar 18 Masehi yaitu pada masa masa Kolonial Belanda. Banyak para pelarian-pelarian politik dari Kerajaan Palembang menuju daerah Komering termasuk Desa Gunung Batu untuk menyelamatkan diri. Pelarian-pelarian ini terdiri dari pembesar-pembesar kerajaan Palembang terdiri dari para selir dan pejabat-pejabat. Ada juga yang dari Cina dan Arab, salah satu keturunan-keturunan para pembesar Palembang ini adalah Kakek dari Pamanda Hamid Saleh, Pamanda Darussalam Saleh, Pamanda Mamak Saleh yang bernama Pembaop Amak serta nenek mereka yang bernama Cik Asiah serta nenek dari fihak Ibu Penulis yang bernama Cik Ayu yang berayahkan Kimas Agus. Mereka biasanya digelari dengan gelar “Cik dan Cek”. Para pendatang-pendatang ini ketika wafat mereka dikuburkan berdasarkan keturunan-keturunan dari 9 yang telah disebutkan, tetapi sudah tentu yang berdasarkan atas kaitan dengan tali perkawinan atau hubungan darah dengan para nenek moyang ini walaupun hubungannya sangat tipis. Menurut ibu penulis terutama neneknya, beliau neneknya masih memiliki hubungan darah (tipis sekali..) dari Sultan Mahmud Badarrudin II tapi dari jalur selir karena dibelakang nama ibunda kami tertera Cik, sedangkan paman kami Ali Hasan memakai Cek.
Disamping 9 keturunan ini pada abad sekitar 18 Masehi yaitu pada masa masa Kolonial Belanda. Banyak para pelarian-pelarian politik dari Kerajaan Palembang menuju daerah Komering termasuk Desa Gunung Batu untuk menyelamatkan diri. Pelarian-pelarian ini terdiri dari pembesar-pembesar kerajaan Palembang terdiri dari para selir dan pejabat-pejabat. Ada juga yang dari Cina dan Arab, salah satu keturunan-keturunan para pembesar Palembang ini adalah Kakek dari Pamanda Hamid Saleh, Pamanda Darussalam Saleh, Pamanda Mamak Saleh yang bernama Pembaop Amak serta nenek mereka yang bernama Cik Asiah serta nenek dari fihak Ibu Penulis yang bernama Cik Ayu yang berayahkan Kimas Agus. Mereka biasanya digelari dengan gelar “Cik dan Cek”. Para pendatang-pendatang ini ketika wafat mereka dikuburkan berdasarkan keturunan-keturunan dari 9 yang telah disebutkan, tetapi sudah tentu yang berdasarkan atas kaitan dengan tali perkawinan atau hubungan darah dengan para nenek moyang ini walaupun hubungannya sangat tipis. Menurut ibu penulis terutama neneknya, beliau neneknya masih memiliki hubungan darah (tipis sekali..) dari Sultan Mahmud Badarrudin II tapi dari jalur selir karena dibelakang nama ibunda kami tertera Cik, sedangkan paman kami Ali Hasan memakai Cek.
Pada masa Kemerdekaan sekitar tahun 1945
Didesa Gunung Batu juga pernah terjadi pergolakan yang dahsyat dalam
merebut kemerdekaan. Hal ini banyak dibuktikan dengan banyaknya para
pejuang kemerdekaan yang melakukan perlawanan disini. Bahkan sempat
menjadi Base Camp (Markas) Perjuangan dengan nama Resimen 44. Diantara
Pejuang-Pejuang bangsa itu adalah, Mayor Arsad, Mayor Tobing
(Pertamina), Letnan Jendral Ibnu Sutowo bekas (Dirut Pertamina),
Brigadir Jenderal Ryacudu (Ayah dari mantan KSAD yaitu Ryamizad
Ryacudu), Kemudian Letnan Jendral Alamsyah Ratu Perwira Negara (Mantan
Menteri Agama) era Orde Baru. Secara kebetulan kedua orang terakhir
inilah adalah orang Abung!. Alamsyah dan Ryacudu ini bahkan pernah
menginap sekitar 1 bulan setengah dirumah Kepala Desa Kyai Patih Muksin
yang masih terhitung kakek dari penulis, bahkan yang memberi Kyai Patih
Muksin ONH ke Masjidil Haram adalah Alamsyah Ratu Perwiranegara
Sedangkan untuk masa sekarang yaitu
tahun 2012 kondisi Desa Gunung Batu Sudah bercampur baur sesuai dengan
perkembangan zaman, ada yang dari Cina, Jawa dll. Penduduk yang hidup
saat ini sudah bervariasi, bahkan sudah banyak yang merantau jauh dan
meninggalkan desa kelahirannya untuk menetap di daerah lain. Bahkan ada
satu daerah di Palembang yang bernama Sungai Batang yang dijuluki Desa
Gunung Batu ke 2 karena daerah hamper 90 % didiami oleh warga Desa
Gunung Batu. Desa Gunung Batu ramai bila musim buah-buahan saja seperti
terutama Duku, Durian, Rambutan, Manggis dll, dan juga hari Raya Idul
Fitri. Apabila dalam kehidupan sehari-hari Desa Gunung Batu menjadi
lengang dan sepi. Kebanyakan para penduduk lebih memilih untuk ke huma
(tempat menanam padi, jagung dan tanaman buah-buahan, dan lain-lain).
Selain ke Huma Mereka juga ada yang mencari ikan atau berburu binatang
atau mencari kayu bakar di Hutan.
III. Jalur Perjalanan Ratu Sahibul dan Rombongan leluhur Desa Gunung Batu”
Dimulai Kerajaan Demak khususnya Jipang Panolan.
Sekarang kota Demak berada di Jawa Tengah berupa Kabupaten. Kemungkinan
besar perjalanan awal beliau dimulai dari Kerajaan Jipang Panolan
(sekarang menjadi Desa Jipang Kebupaten Cepu Jawa Tengah). Dari Jipang
kemungkinan besar singgah Di Kerajaan Banten, kemudian dari sini
dilanjutkan menuju Sekala Berak (sekarang bernama Skala Brak). Saat ini
daerah Skala Berak berada Di Lampung Barat Khususnya di Desa Bawang
Negeri Kecamatan Bukit Balik. Daerah ini berdekatan dengan Liwa
(Bengkulu), dan berbatasan dengan Lampung Utara. Skala Berak yang
dimaksud disini adalah Skala Brak yang saat itu posisinya masih
berdekatan dengan sungai-sungai besar dan pesisir pantai Sumatra. Skala
Berak adalah sebuah daerah tua yang sudah lama ada pada masa Kerajaan
Sriwijaya dan merupakan daerah lintas segala kegiatan yang ramai baik
dari segi Perekonomian, Militer dan Pendidikan Para Agamawan Budha, dan
sampai sekarang daerah itu masih ada. Di Skala Brak berdasarkan
informasi yang saya peroleh dari putra asli daerah Skala Brak, masih
banyak peninggalan-peninggalan pusaka yang tidak terurus, mudah-mudahan
saja Ratu Sahibul ditempat ini meninggalkan sesuatu. Dari Skala Berak
ini rombongan beliau menuju ke Desa Tanjung Kemala (Kerajaan Abung di
Lampung) daerah ini posisinya antara daerah Kotabumi dan Bukit Kemuning
di Lampung. Setelah sempat menetap di desa Tanjung Kemala ini kemudian
perjalanan dilanjutkan ke Surabaya Nikan (Ogan Komering Ulu) masih
daerah OKU Timur, tempat ini berdekatan dengan desa Kutanegara dan
terisolasi dari dunia luar karena berada diseberang sungai komering,
namun sekarang untuk menuju daerah Surabaya Nikan ini sudah dibuat
jembatan besar dan tidak perlu naik perahu lagi, jembatan tersebut
bahkan sudah bisa dilalui mobil, jembatan ini diresmikan pertengahan
tahun 2010.
Di Surabaya Nikan ini beliau sempat
menetap cukup lama, disini beliau sempat menanam pohon kelapa sebanyak
40 batang serta meninggalkan batu lesung yang cukup besar yang lokasinya
persis berada disamping rumah penduduk asli Surabaya nikan, hanya saja
berdasarkan informasi Bapak Bukhori (Mantan Camat Pancoran Jakarta
Selatan yang asli Surabaya Nikan) pohon kelapa sebanyak 40 batang itu
telah ditebang dan dijadikan perumahan. Surabaya Nikan ini pernah
didatangi oleh ayah penulis dan pamanda tugu pada sekitar tahun 1980 an .
Dari Surabaya Nikan ini perjalanan kemudian dilanjutkan ke Desa Gunung Batu. Didesa Gunung Batu inilah beliau membuat perkampungan dengan waktu yang cukup lama yang nantinya Desa Gunung Batu menjadi salah satu desa yang usianya lumayan tua terutama dilingkungan wilayah Komering dan akhirnya perjalanan beliau berakhir dan dimakamkan di desa Indra Laya (Ogan Ilir) Sumatra Selatan. Saat ini Indra Laya sudah menjadi Kota yang lumayan sibuk di OI. Daerah-daerah ini rata-rata semua berada di pinggir sungai khususnya sungai Komering. Dari Tanjung Kemala sampai Indra Laya jalur sungainya menyatu, kurang lebih 125 km meter kehilir bertemu dengan Kota Palembang. Ini juga diperkuat dengan analisa Peta Topografi wilayah Sumsel.
Dari Surabaya Nikan ini perjalanan kemudian dilanjutkan ke Desa Gunung Batu. Didesa Gunung Batu inilah beliau membuat perkampungan dengan waktu yang cukup lama yang nantinya Desa Gunung Batu menjadi salah satu desa yang usianya lumayan tua terutama dilingkungan wilayah Komering dan akhirnya perjalanan beliau berakhir dan dimakamkan di desa Indra Laya (Ogan Ilir) Sumatra Selatan. Saat ini Indra Laya sudah menjadi Kota yang lumayan sibuk di OI. Daerah-daerah ini rata-rata semua berada di pinggir sungai khususnya sungai Komering. Dari Tanjung Kemala sampai Indra Laya jalur sungainya menyatu, kurang lebih 125 km meter kehilir bertemu dengan Kota Palembang. Ini juga diperkuat dengan analisa Peta Topografi wilayah Sumsel.
IV. SEKILAS TENTANG DESA JIPANG DAERAH ASAL-USUL RATU SAHIBUL DAN LELUHUR DESA GUNUNG BATU
Daerah Jipang saat ini adalah berada
pada Kecamatan Cepu Kabupaten Blora Jawa Tengah. Didaerah ini nama tokoh
ini sangatlah dihormati karena menurut mereka tokoh ini adalah orang
yang jujur dan pemberani walaupun sikapnya sangat kasar dan keras.
Menurut kabar dari teman penulis daerah Jipang adalah sebuah daerah yang
diliputi aura Mistik. Nuansa gaib masih cukup kental didaerah ini.
Karakter masyarakatnya sangat keras dan bersuara lantang. Mirip sekali
dengan orang Gunung Batu bila bersuara dan berdialog. Banyak sekali
didaerah ini pantangan-pantangan yang tidak boleh dilanggar. Dan
masyarakat kebanyakan masih sangat menghormati larangan-larangan ini.
Untuk memperkuat data-data ini penulis belum lama ini berkunjung
kedaerah Jipang (tanggal 21-24 April 2005). Tadinya penulis tidaklah
begitu memberikan perhatian terhadap Jipang ini, karena penulis waktu
itu berkesimpulan bahwa nama Jipang telah lenyap bersama dengan
lenyapnya kebesaran nama tokoh ini ditambah juga dengan perjalanan
waktu.
Kunjungan penulis kedaerah ini juga
karena informasi dari sebuah majalah dan teman penulis yang bernama M
Akim yang ternyata orang asli Cepu. Daerah teman penulis ini bila
dikaitkan dengan Jipang ternyata mempunyai hubungan yang kuat karena
daerah Cepu merupakan wilayah kekuasaan dari tokoh ini. Jarak dari Cepu
(St. Kereta Api) sampai Jipang sendiri sekitar 7 Km dan itu hanya bisa
ditempuh dengan Ojek.
Bila membicarakan tentang Sosok Ratu
Sahibul atau……….), di Cepu banyak orang sangat berhati-hati sekali,
karena mereka sangat khawatir bila terjadi sesuatu apabila membicarakan
sosok yang keras ini. Pada mulanya penulis menganggap hal ini terlalu
mengada-ada, karena menurut penulis buat apa orang takut terhadap orang
yang sudah wafat. Justru orang yang masih hiduplah yang harus tunduk
kepada yang mematikan orang tersebut. Penulis ketika mendengar
cerita-cerita ini menjadi prihatin dan heran kenapa manusia harus takut
kepada orang yang sudah mati. Sedangkan orang yang sudah mati tersebut
membutuhkan pertolongan dari kita yang hidup, terutama sekali dengan
memberikan doa.
Dari kunjungan penulis yang serba
singkat ini penulis mendapati banyak hal dan informasi yang berharga.
Jipang yang begitu dianggap angker ternyata merupakan desa yang menurut
penulis adalah desa yang cukup makmur, penduduknya ternyata sopan dan
bersahaja. Hanya saja yang membuat penulis terkejut, ternyata tempat
ini memiliki kesamaan dengan Desa Gunung Batu. Persamaan itu misalnya
dengan bentuk tanah, bentuk sungai, corak budaya, Suhu cuacanya yang
panas, dan terutama karakter orangnya.
Melihat hal ini penulis sampai
geleng-geleng kepala karena ternyata tokoh ini memilih Desa Gunung Batu
alasannya karena ternyata bentuk tanah dan tumbuhannya serta yang
lain-lainya mirip dengan Jipang. Penulis waktu itu sampai berkata,
pantas saja kalau Desa Gunung Batu dipilih sebagai tempat untuk menetap,
yang terpenting dari itu semua, tokoh ini tidak pernah meninggalkan
sungai sebagai bagian hidupnya, dan juga jangan lupa bahwa air adalah
kekuatan dari ilmunya. Air bukanlah tempat sialnya, air sungai
terutama, adalah andalan hidupnya, jadi salah besar bila orang Jipang
atau musuh tokoh ini mengatakan ia sial karena menyeberangi sungai,
justru itu adalah kekuatan dan ketangguhannya. Kepercayaan ini sampai
sekarang masih dipertahankan dengan melarang orang luar yang mau
menyeberangi sungai. Ya… lagi-lagi keterangan musuh lebih banyak yang
diperhatikan ketimbang keterangan yang sesungguhnya.
Dari kunjungan ini, penulis sempat
berdialog dengan Kepala Desa Jipang yang bernama Bapak Triyono. Dari
dialog itu penulis banyak mendapatkan data-data dan keterangan yang
cukup berharga walaupun masih minim, bahkan dari dialog itu penulis
lebih banyak memberikan keterangan dan berusaha memperjelas duduk
persoalan yang sebenarnya tentang masalah dan riwayat tokoh ini. Namun
demikian keterangan-keterangan dari Bapak Triyono ini tetap penulis
cantumkan sebagai penambahan data.
Diantara data-data yang telah diberikan
oleh Bapak Triyono itu adalah, bahwa pada tahun 1999 pernah diadakan
penelitian oleh Tim Arkeologi untuk menyelidiki tentang Jipang.
Penelitian itu dilakukan selama 10 hari dan hanya mendapatkan hasil yang
sangat mengecewakan karena tidak ada yang dapat diperoleh. Penelitian
ini juga gagal karena tidak mendapatkan dukungan dari para sesepuh yang
tidak mau bercerita tentang Jipang apalagi tentang tokoh ini. Ketakutan
para sesepuh ini menurut Bapak Triyono karena mereka takut dan khawatir
kualat bila bercerita tentang beliau ini, terutama tentang cerita
gugurnya tokoh ini. Penulis dan ayah penulis berdialog tentang masalah
ini, kenapa muncul ada kesan takut dan khawatir seperti ini. Menurut
Ayah penulis, itu merupakan hal yang wajar saja karena kemungkinan
terbesar bahwa tokoh ini sebelum melakukan pengungsian besar-besaran ke
Desa Gunung Batu tentu memberikan kesan yang mendalam kepada orang yang
telah ditinggalkanya seperti orang-orang kepercayaannya dan juga para
prajuritnya yang masih setia. Kesan yang ditinggalkannya sudah pasti
dalam bentuk perintah atau bahkan bukan tidak mungkin ancaman dalam
bentuk sumpah. Secara kebetulan menurut Ayah penulis sosok beliau ini
mempunyai prinsip yang tegas dan pantang mundur terhadap apa yang telah
dia ucapkan, terutama sekali bila beliau sudah melakukan sebuah sumpah.
Tentang hal ini sampai sekarang dilingkungan keluarga penulis apabila
ada hal yang sudah sangat menyakitkan dan cenderung tidak bisa dimaafkan
sumpahlah merupakan jalan terakhir walaupun sebenarnya cara ini sangat
tidak baik karena membuat anak cucu yang mendapat sumpah secara
psikologis ikut merasakan sehingga akhirnya secara tidak langsung mereka
terkena akibat dari sumpah tersebut. Jika direnungi Nabi Muhammad saja
tidak pernah menyumpahi umatnya, apalagi kita.
Perintah atau sumpah yang telah
dikeluarkan oleh tokoh ini itu mungkin salah satunya adalah bahwa
para pengikutnya yang masih tersisa diperintahkan untuk merahasiakan
keberadaan dirinya dan juga melarang dengan keras untuk tidak bercerita
masalah kematiannya karena memang beliau tidak tewas dalam pertempuran
dengan musuhnya. Dari hal ini menurut penulis sangatlah masuk akal
karena dia adalah orang paling tidak suka dibantah dan dilawan, jadi
wajar saja apabila kepercayaan terhadap dirinya masih sangat kuat untuk
dipatuhi. Menurut penulis ini juga salah satu gerakan politik dari
beliau untuk menyerang balik berita yang mengatakan bahwa beliau sudah
tewas. Jadi walaupun beliau telah pergi beliau sudah menanamkan gerakan
politik yang cantik untuk menghadapi para musuh-musuhnya. Sehingga pada
akhirnya tidak semua rakyat Jipang atau Demak percaya pada keterangan
dari fihak Pajang mengenai kabar berita tentang tewasnya beliau apalagi
dimakamkan di Kadilangu Demak. Padahal jarak Demak sangat jauh ditempuh
apalagi pada masa itu kendaraan masih tradisional. Dikatakan lagi oleh
Bapak Triyono bahwa beliau ini tewas dalam keadaan Bujangan. Menurut
ayah penulis sangat tidak masuk akal dan kenapa orang Jipang tidak
memahami arti dari semua ini. menurut ayah penulis wajarkah bila seorang
raja tidak mempunyai seorang istri? Menurut ayah penulis hal paling
masuk akal adalah mungkin ini adalah salah satu taktik beliau ini agar
para anak dan istrinya selamat dari kejaran para musuh-musuhnya karena
musuh menduga beliau ini tidak mempunyai anak. Asumsi yang kedua
berita ini mungkin dari musuhnya, sehingga ada kesan bahwa bersamaan
tewasnya tokoh ini maka hilang pula dinasti Kerajaannya. Namun penulis
lebih cenderung untuk mengikuti hal yang pertama, karena penulis pernah
menonton sandiwara di RCTI sekitar tahun 2003 dimana digambarkan bahwa
tokoh ini mempunyai istri yang bernama Nyi Kemas, Nyi kemas ini sering
memanas manasi suasana. Pemeran tokoh ini sendiri adalah Sujiwo Tejo,
sedangkan Nyi Kemas adalah Pelawak Ulfa Dwijayanti. Dari sandiwara ini
saja sudah jelas bahwa tokoh ini mempunyai istri, tapi lagi-lagi sumber
sandiwara ini memakai skenario sejarah Pajang!!. Karena disini saja
sudah disebutkan bahwa sesungguhnya beliau mempunyai anak dan istri
serta hidup dengan tenang. Jadi bagaimana mungkin beliau masih bujangan?
Dari gerakan-gerakan yang dilakukan oleh
beliau ini ini, yang lebih mencengangkan lagi, begitu takutnya orang
dengan beliau apalagi dengan Desa Jipang, semua apa yang ada di Jipang
sampai sekarang tidak ada yang berani untuk mengambilnya baik itu
berupa tanah, batu, air, pasir atau yang lainnya. Untuk masalah pasir
tambang, Desa Jipang sampai sekarang pasirnya tidak ada yang berani
membelinya karena menurut Bapak Triyono sudah banyak contoh yang
menunjukkan bahwa pasir Desa Jipang sering menimbulkan hal-hal yang
kurang baik dan selalu diliputi dengan kesialan. Aneh memang bila
melihat fenomena ini. Padahal kalau dipikir-pikir kenapa orang harus
takut kepada manusia yang telah wafat, padahal yang berhak ditakuti itu
hanyalah ALLAH!!!!. Kepercayaan ini terus berlangsung hingga sekarang.
tentang Perintah ini yang telah dikeluarkan ini sudah tentu sangat
ditaati karena beliau juga disamping disegani beliau juga sangat
ditakuti karena sifatnya yang keras. Pada masa itu titah atau perintah
seorang pemimpin sangatlah dipatuhi bahkan sampai kepada anak keturunan
dari para pengikut-pengikut itu sumpah atau perintah itu terus
dipertahankan.
Kepercayaan–kepercayaan ini makin tumbuh
subur didesa Jipang ditambah dengan banyaknya kejadian-kejadian aneh
yang sering terjadi bila ada pelanggaran pelanggaran yang terjadi.
Penulis sendiri mendapatakan kesan bahwa untuk masuk kedaerah ini orang
betul-betul harus menjaga tata tertib dan adat budaya setempat sekalipun
terkadang tidak sesuai dengan nalar. Penulis sendiri ketika masuk
kedaerah ini sangatlah berhati-hati apalagi sampai menganggap remeh.
Walaupun demikian perasaan penulis biasa saja karena penulis merasa
bahwa ini adalah tanah leluhur penulis jadi penulis tidak merasa takut
justru penulis merasa seperti sudah kembali ketanah air dan rumah
sendiri, walaupun demikian penulis tidak mau sombong apalagi
membanggakan diri kepada orang Jipang. Justru penulis sangat
mewanti-wanti kepada bapak Triyono untuk tidak menceritakan siapa diri
penulis sebenarnya. Penulis waktu itu sangat takut bila diri penulis
diliputi sifat sombong dan takabur (semoga ALLAH SWT melindungi penulis
dari hal yang buruk ini….)
Investigasi penulis didesa Jipang ini
juga mendapatkan data bahwa Istana, mesjid dan peninggalan-peninggalan
yang lain sudah tidak ada lagi, semua lenyap karena berbagai faktor.
Padahal setelah direbutnya seluruh kekuasaan Jipang oleh Pajang, daerah
Jipang sampai abad ke 17 Masehi masih menjadi daerah yang sangat
penting. Daerah itu selalu digunakan oleh orang-orang Pajang untuk
berbagai kepentingan. Namun walaupun demikian sudah tentu faktor yang
paling kuat membuat kondisi desa Jipang dan seluruh peninggalannya
lenyap karena adanya perjalanan waktu yang sudah sekian ratus tahun.
Jadi wajar saja apabila peninggalan itu lenyap. Kita tidak usah heran
dengan hal ini, karena Demak, Pajajaran, Majapahit, Sriwijaya yang
begitu besar saja Istananya sudah sangat sulit untuk dilacak apalagi
Jipang yang hanya berupa kerajaan kecil. Yang ada mungkin hanya berupa
sebuah perkiraan-perkiraan berdasarkan logika dan analisa. Secara
kekuasaan, penulis melihat bahwa tanah yang ditinggalkan beliau ini
sangatlah luas. Sekarang ini tanah itu menjadi hamparan sawah yang
sangat luas, luas sawah itu menurut Bapak Triyono sekitar 68 hektar
belum ditambah dengan tanah-tanah yang lain.. Sawah-sawah itu
dikelilingi pohon-pohon yang besar. Hal ini sangat cocok bila ditinjau
dari sebuah daerah kerajaan masa lalu yang selalu disekelilingnya
ditumbuhi pohon. Hal ini mungkin ada maksudnya, mungkin diantara
maksudnya untuk melindungi serangan dari fihak musuh. Disamping sawah,
penulis juga melihat di Jipang ada pemakaman umum yang bernama Gedung
Ageng Jipang, menurut Bapak Triyono Gedung yang sekarang menjadi
pemakaman umum ini dahulunya mungkin merupakan tempat makanan atau
Gedung Pusaka dan merupakan Gedung Khusus untuk Kerajaan Jipang Panolan.
Tempat yang sekarang menjadi pemakaman umum ini karakternya mirip
dengan desa Gunung Batu. Dipemakaman umum ini ditemukan para pengikut
beliau ini yang telah dimakamkan, untuk masuk makam ini kita harus
membuka sendal dan bersikap hormat. Namun yang membuat penulis terkejut
dipemakaman umum ini penulis menemukan makam warga yang beragama
Kristen, bahkan Di Jipang ini telah berdiri Gereja Katolik yang bernama
Santo Petrus. Sebuah hal yang ironis karena Jipang Panolan adalah salah
satu tempat penyebaran Agama Islam pada masa lalu, bahkan tempat sempat
terkenal dan berjaya karena Ayah Sunan Kudus lahir disini demikian pula
tokoh ini.
Menurut Bapak Triyono di Jipang pada
masa Kerajaan Jipang berjaya ada sebuah pesantren. Dan pesantren itu
pernah didatangi oleh 9 orang santri yang mau belajar. Tapi kemudian
santri-santri ini dibunuh oleh tentara Jipang karena dicurigai sebagai
prajurit Pajang, padahal menurut Bapak Triyono ketika akan dibunuh para
santri itu akan menunaikan Sholat Magrib. Tapi akhirnya para santri ini
dibunuh dengan kejam oleh tentara Jipang. Makam mereka ini sampai
sekarang terawat dengan baik dan dinamakan dengan nama makam Santri
Songo.
Itulah sekilas hal-hal yang telah
penulis dapati dari perjalanan tanggal 21 April sampai 24 April tahun
2005. Sudah tentu dari perjalanan ini masih banyak hal yang belum
penulis dapati, karena penulis belum bertemu dengan para sesepuh Desa
Jipang ini. Namun pada prinsipnya penulis sangat lega dan bersyukur
kepada ALLAH SWT karena sejarah yang gelap dan misteri telah berhasil
penulis pecahkan terutama asal-usul tokoh pendiri desa Gunung Batu ini.
Dan menurut ayah penulis memang itu yang kita butuhkan, lebih dari itu
semua hanya sebagai penguat walaupun dari versi sejarah orang Jipang itu
sendiri. Kenapa hal ini dibicarakan karena sudah jelas versi sejarah
keluarga penulis merupakan hal yang paling utama karena sejarah itu
diceritakan secara turun temurun melalui para leluhur terlepas benar
atau salah. Dan yang menjadi keyakinan penulis bahwa orang-orang yang
menyampaikan sejarah dan riwayat itu mempunyai riwayat hidup yang baik
dan lisannya cukup bisa dipercaya. Apalagi didalam lingkungan keluarga
penulis dilarang keras untuk sombong, mengada-ada (mengarang berita atau
sejarah yang tidak benar), mengadu domba dll. Hanya saja untuk masalah
prinsip apalagi yang menyangkut kebenaran dan kejujuran harus
dipertahankan sampai titik darah yang penghabisan, dan juga keluarga
penulis dilarang untuk tidak takut dalam mempertahankan prinsip ini
karena itu adalah hal yang harus dijunjung tinggi.
Dari data yang serba singkat ini paling
tidak menjadi gambaran tentang asal-usul sejarah dari seorang yang telah
menggemparkan Kerajaan Demak karena sepak terjangnya yaitu beliau ini.
V. WAJAH DESA GUNUNG BATU PADA MASA SEKARANG , 2012
Wajah Desa Gunung Batu pada masa kini
bila dilihat dan diamati sangatlah memprihatinkan. Desa ini boleh
dikatakan sangat tertinggal bila dibandingkan dengan desa-desa
sekitarnya baik dari segi perekonomian maupun pendidikannya. Apalagi
belum lama ini Desa Gunung Batu juga ditimpa musibah (TAHUN 2005 yaitu
berupa banjir yang sangat besar yang melanda sebagian kawasan Komering
dan Lampung dimulai dari kawasan Lampung (Sungai Tulang Bawang) sampai
kedesa Gunung Batu dan desa-desa yang lain. Dalam Sejarah Desa Gunung
Batu belum pernah terjadi banjir sebesar ini. Akibat dari banjir ini
tentu bertambah beratlah beban hidup orang Gunung Batu.) dan 2012 ini
kembali terjadi lagi banjir dengan skup yang tidak terlalu besar.
Begitulah fenomena yang baru-baru ini
menimpa Desa Gunung Batu yaitu berupa banjir besar. Namun patut juga
harus disadari dan disyukuri bahwa tidak ada korban jiwa, bila
dibandingkan dengan daerah lain sangatlah jauh bila dibandingkan dengan
musibah besar yang menimpa rakyat Aceh yaitu Gempa Bumi dan Gelombang
Laut Tsunami, begitu juga saudara-saudara kita diberbagai daerah yang
tertimpa gempa bumi dengan skala yang lumayan besar yang meluluh
lantakkan bangunan, rumah, dan menewaskan banyak manusia seperti rakyat
Papua Di Nabire, rakyat Di Alor NTT, Rakyat Di Palu Sulawesi, rakyat Di
Lumajang Malang Jawa Timur, Rakyat Di Garut Jawa Barat, Gempa Bumi Nias,
Mudah- mudahan hal ini menjadi peringatan terhadap masyarakat Gunung
Batu agar mereka sadar.
Dengan adanya kejadian ini yaitu musibah
banjir semakin terpuruk saja kondisi perekonomian rakyat Gunung Batu
dan menambah masalah baru yang komplek, dari masalah kepemimpinan mantan
kepala desa yang tersangkut korupsi, kejahatan, moral yang ambruk,
sengketa tanah wakaf madrasah/sekolah negeri yang dilakukan oleh
oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, perekonomian yang serba sulit
dan segudang masalah-masalah lain. Sehingga saat ini semakin
tertinggallah kondisi desa Gunung Batu.
Akhirnya disaat desa-desa lain sudah
berbenah maju, Desa Gunung Batu sampai pada kondisi sekarang ini lebih
disibukkan dengan adanya kasus- kasus kejahatan seperti perampokan,
apalagi saat ini seperti perjudian sudah menjadi makanan mereka
sehari-hari. Kita tidak usah heran apabila mendengar kabar bahwa Si A
tewas, Si B merampok atau si C si D atau yang lain-lainnya memasang
nomor undian atau berjudi. Paling-paling setiap orang merasa “tahu sama
tahu sajalah” yang penting diri mereka tidak saling mengganggu. Dapat
dikatakan kasus-kasus kejahatan seringkali terjadi Di Gunung Batu.
Saking banyaknya tindak kejahatan di daerah ini sampai-sampai orang
mengatakan bahwa Gunung Batu identik dengan penjahat, sebuah penilaian
yang boleh diperdebatkan namun pada kenyataannya hal ini tidak bisa kita
bantah karena kenyataannya memang seperti demikian. Dan yang lebih unik
lagi dalam sejarahnya, sedari dulu Desa Gunung Batu sangat terkenal
susah ditembus atau dimasuki apalagi bila terjadi tawuran antar warga
desa. Desa Gunung Batu cukup disegani dan ditakuti karena prilaku
orang-orangnya yang berani berkelahi dengan siapapun, apalagi penggunaan
senjata tajam bagi masyarakat Gunung Batu dalam perkelahian adalah hal
yang sehari-hari biasa terjadi. Jangan heran kalau kita mendengar sudah
begitu banyak korban yang tewas karena senjata senjata tajam ini.
Mayoritas tabiat orang Gunung Batu sudah
begitu dikenal sifat kerasnya oleh kampung atau desa-desa yang lain.
Mereka dikenal oleh kampong lain berjiwa pendendam, walaupun
peristiwanya sudah puluhan tahun.Mereka akan tetap ingat dan suatu saat
pasti akan membalas bila masalah tersebut tidak diselesaikan secara
adat. Bagi orang Gunung Batu lebih baik mendahului daripada didahului.
Soal hukum setelah peristiwa terjadi, itu adalah soal nanti. Bila
terdengar akan terjadi perkelahian antar desa, warga Gunung Batu akan
bersatu padu untuk mempertahankan tanah dan kehormatan Gunung Batu
apalagi bila harga diri mereka terinjak-injak. Dan memang sedari dulu
Desa Gunung Batu semenjak Zaman Kerajaan Abung sampai sekarang merupakan
sebuah desa yang satu-satunya yang tidak pernah kalah melawan siapapun
apalagi sampai terjajah. Begitulah karakter rakyat Desa Gunung Batu yang
memang keras-keras (mungkin keras kepala!) serta identik dengan
kejahatan. Kita tidaklah usah heran apabila akhir-akhir ini sering
terdengar warga Gunung Batu tewas di Kampung orang lain dalam kasus
kejahatan yang mereka lakukan. Ini ironis sekali kalau dilihat pada
kondisi 40 atau 50 tahun yang lalu. Padahal kalau kita lihat pada masa
awal-awal kemerdekaan dan masa-masa tahun 60 dan 70 an Desa Gunung Batu
begitu ramai dan boleh dibilang cukup lumayan dalam perekonomian dan
pendidikan, apalagi saat itu orang-orang tua yang berpengaruh masih
hidup. Moralitas Desa Gunung Batu saat itu cukup baik hal ini juga
ditunjang oleh banyaknya pengajian-pengajian yang dilakukan para Kyai
atau Penghulu pada masa itu. Kejahatan pada masa itu memang ada namun
tidak separah sekarang karena masih banyak orang-orang tua yang
berpengaruh. Desa Gunung Batu saat itu sangat terkenal dengan berbagai
macam kegiatan dan budaya serta keramaian, namun sekarang apa yang
terjadi? Gunung Batu hanya ramai pada saat musim buah-buahan saja. para
penduduk yang merasa perekonomiannya rendah lebih memilih keluar dan
mencari nafkah didaerah orang, karena bila mereka tetap menetap Didesa
Gunung Batu tentulah sangat sulit. Karena untuk mencari nafkah Didesa
Gunung Batu memang sangat sulit. Perekonomian Didesa Gunung Batu lebih
mengandalkan hasil panen buah-buahan dan padi, selebihnya hanya
warung-warung yang dapat dihitung dengan jari. Usaha wiraswasta sangat
jarang sekali terdengar. Paling-paling kegiatan untuk mencari uang
biasanya menenun kain dengan kayu (mantok), itupun dilakukan oleh
wanita. Lagi-lagi yang terdengar adalah tentang berbagai tindak
kasus-kasus kejahatan saja.
Kita memang tahu wajah Desa Gunung Batu
memang tercipta bukan semata-mata kesalahan dari penduduknya, kesalahan
itu terjadi karena ketidak tahuan mereka terhadap apa yang mereka
lakukan, kesalahan itu juga harus diperbaiki oleh orang-orang yang
merantau kedaerah orang. Walau bagaimanapun ikatan darah dan tempat
janganlah pernah dilupakan. Karena walaupun saat ini kita sudah
berjauhan tugas kita adalah membenahi permasalahan ini.
Kita memang tahu bahwa mayoritas orang-orang Gunung Batu itu sulit untuk diatur dan ditata karena pada mulanya desa ini didirikan oleh sekumpulan orang-orang berbeda asal dan keturunan dan rata-rata mereka sebagian adalah para bangsawan sehingga sifat asli sebagai seorang penguasa adalah sulit untuk dikritik apalagi untuk diatur, masing-masing mereka mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga kadang-kadang hal itu terbawa pada anak keturunannya yang susah untuk disatukan.
Kita memang tahu bahwa mayoritas orang-orang Gunung Batu itu sulit untuk diatur dan ditata karena pada mulanya desa ini didirikan oleh sekumpulan orang-orang berbeda asal dan keturunan dan rata-rata mereka sebagian adalah para bangsawan sehingga sifat asli sebagai seorang penguasa adalah sulit untuk dikritik apalagi untuk diatur, masing-masing mereka mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga kadang-kadang hal itu terbawa pada anak keturunannya yang susah untuk disatukan.
Berdasarkan dari nama saja, Gunung Batu
mencerminkan arti yang menyiratkan ketinggian hati orang-orangnya.
Gunung itu sendiri karena orang orangnya merasa tinggi dan tidak pernah
mau tunduk kepada siapapun dan itu sudah dibuktikan dari masa kemasa
bahwa begitulah kondisi watak orang-orang Gunung Batu. Tentang nama Batu
itu sendiri karena watak orang-orang yang berdiam didaerah ini sangat
keras kepala, susah diatur dan mau menang sendiri. (itulah penilaian
sementara yang terjadi namun fakta tetap mendekati penilaian ini)
Namun ada juga hal-hal baik yang dapat
kita ambil contoh Di desa Gunung Batu ini. Gunung Batu boleh dikatakan
sangat menjaga hubungan suami istri. Hubungan Suami istri betul-betul
dijadikan sesuatu yang sakral sekalipun ada poligami. Hebatnya lagi
tingkat perceraian kecil sekali terjadi, ini terjadi dari zaman dahulu,
perceraian sesuatu yang tabu terjadi di Gunung Batu, Betapapun parahnya
keadaan rumah tangga mereka jarang terjadi perceraian. Kalau memang
terjadi perceraian diantara suami istri tersebut. Itu adalah aib. Karena
Di Gunung Batu apabila terjadi hal seperti ini akan menjadi pembicaraan
yang hangat dan menjadi perhatian.
Tentang budaya lokal yang sering
dilakukan didesa Gunung Batu juga cukup bisa diiambil contoh, misalnya
penyambutan orang yang baru pulang haji, biasanya dilakukan dengan cukup
meriah disertai dengan arak-arakan. Yang lainnya misalnya Pernikahan
yang dilakukan dengan musik khas desa Gunung Batu yaitu Jidur (Tanjidor)
dan diarak keliling sekitar kampung. Pengangkatan saudara bila terjadi
masalah juga menjadi solusi yang cukup efektif dalam menyelesaikan
masalah. Patungan bersama bila ada kegiatan pernikahan atau yang
dinamakan Pumpungan juga menjadi budaya yang kuat. Kegiatan tahlilan
juga sangat kuat dilakukan didesa ini, bahkan bila ada yang wafat bila
fihak keluarga tidak melakukan tahlilan akan menjadi bahan pembicaraan
kampung. Balas jasa atau Sakai juga sering dilakukan terutama pada saat
pernikahan dan tahlilan, misalnya kalau dulu ia pernah dibantu dengan
gula pasir, biasanya ia akan membalas dengan gula pasir yang sepadan,
kalau dulu ia pernah memberi beras satu liter, maka ia akan dibalas
dengan satu liter dengan fihak-fihak yang mengadakan acara tersebut.
Kebaikan yang juga bisa kita ambil
didesa Gunung Batu adalah dalam sistem kekeluargaannya. Di Gunung Batu
Sistem kekeluargaan sangat kuat, masing-masing saling menjaga. Bila kita
masih ada hubungan darah dengan seseorang walapun sangat tipis sekali
tetap saja kita masih dianggap saudara mereka. Masing-masing keluarga
yang berkaitan walaupun berjauhan tempat, selama masih ada hubungan
tetap bisa saling mengunjungi dan bersilaturahmi. Ketika didaerah
orangpun ketika ia mendengar ada orang yang satu Gunung Batu biasanya
terjadi tali perhubungan yang baik.
Kebaikan yang lain adalah dalam menilai
seseorang walapun ini masih menjadi perdebatan contohnya misalnya saat
akan menikah atau mau menjadi kepala desa, orang-orang Gunung Batu akan
melihat asal-usul orang tersebut secara mendetail baik dari segi ahlak
dan moral, padahal yang menilai belum tentu baik, namun kenyataanya
itulah yang terjadi. Semua hal yang kita lakukan akan dilihat dan
diperhatikan baik dari segi keturunan, perekonomian, pekerjaan, dan yang
lain lain. Tingkat kesalahan sekecil apapun akan menjadi perhatian
masyarakat. Para pemuka agama pun bila tidak berhati-hati omongannya
tidak akan diperhatikan, mereka justru lebih segan pada penjahat, jadi
untuk mengatur orang Gunung Batu diperlukan manusia yang kuat dan cerdik
baik dari segi Ilmunya ,Agamanya, Pekenomiannya, dan yang pasti tidak
lembek, ia harus keras, tegas, berwibawa, dan jika perlu mempunyai ilmu
beladiri dan ilmu-ilmu yang mendukungnya. Karena menghadapi orang Gunung
Batu berarti bagaikan seperti menghadapi hutan belantara yang dipenuhi
binatang liar dan dikurung oleh benteng yang susah dirobohkan. Gunung
Batu adalah sesuatu yang benar-benar unik dan menantang, sekali lagi
hanya orang yang mempunyai jiwa pemimpin yang bisa menghadapi kondisi
desa yang sangat unik ini.
Sumber : http://sejarahgunungbatu.blogspot.com/2012/04/sejarah-desa-gunung-batu-dan-aria.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar